Home

Kursus Karakter

Kemarahan

Rasa Bersalah

Hawa Nafsu

Kepahitan

Ketamakan

Ketakutan

Iri Hati (Dengki)

Gambar Diri

Mekanisme, Roh, Jiwa, Tubuh

Mengatasi Stress

Kata Pengantar

Pemuridan Yang Membangun Karakter Kristus

Mengapa begitu lemahnya pengaruh gereja di zaman akhir ini ? Dua faktor mendasar telah terjadi, pertama gereja menjadi semakin serupa dengan dunia bukan mewarnai tetapi diwarnai dunia. Sulit membedakan gereja dengan organisasi dunia baik dalam bentuk, aktifitas bahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Hal kedua, gereja kehilangan fokus panggilannya yaitu membentuk murid. Gereja hanya berfokus pada mencari jiwa yang terkait dengan kepentingannya mendapatkan dukungan untuk mencukupi kebutuhannya. Tetapi tidak melakukan pemuridan yang membutuhkan jalan disiplin, jalan yang sempit dan licin untuk meraih karakter Kristus dan menghasilkan buah-buah pengorbanan yang dibutuhkan dunia. Tidak mengherankan ketika garam itu sudah kehilangan asinnya maka akan dibuang dan diinjak-injak orang di jalan

Membangun karakter adalah perjalanan panjang dan membutuhkan totalitas dan keseriusan, karena karakter adalah “keunggulan dan keteguhan moral”, melalui karakter kita bisa menduga dengan pasti apa yang akan dilakukan dan kemana manusia akan menuju. Manusia yang sejak semula diciptakan sebagai wujud dari gambar dan rupa Allah sendiri (Kejadian 1:27). Dan kemudian standar tertinggi karakter manusia itu dicontohkan secara langsung dalam kehidupan Tuhan Yesus Kristus, Alkitab mewartakannya dan dapat kita pelajari dan teladani sampai saat ini. Sehingga standar bagi pengikut Kristus adalah untuk mencapai keunggulan moral melalui segala peristiwa kehidupan dengan penuh kepercayaan pada Tuhan dan melawan pengaruh-pengaruh jahat yang mengelilingi kita dan kejahatan keinginan daging yang muncul dari dalam diri kita. Hingga pembentukan karakter Kristus menjadi seirama, serasi dengan percepatan dan buah-buah nyata sepanjang perjalanan hidup.

Namun karakter seperti itu tidak dibangun dalam semalam; itu dikembangkan melalui proses yang melibatkan pengalaman, kerja keras, dan pembelajaran dari kesalahan masa lalu. Ini sebuah jalan pemuridan yang disiplin dan ‘keras’ yang telah banyak atau hampir-hampir ditinggalkan oleh umat Tuhan, karena ajaran “Cheap Grace” yang digaungkan telah merombak pondasi dasar membangun karakter Kristus. Umat menjadi ‘penikmat’ anugerah, objek
dan penerima layanan. Rasul Paulus yang mengalami proses sepanjang hidupnya pembentukan karakternya, ia menasihati Timotius untuk “tetapi latihlah dirimu untuk hidup dalam kesalehan,” (1 Timotius 4:7, AYT). Paulus tahu bahwa karakter saleh hanya muncul melalui perlawanan terhadap pengaruh kejahatan dan didorong hati yang murni
serta fokus pada Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.

Gerakan penginjilan yang bahkan kemudian telah menjadi pola pengajaran yang populer saat ini menyatakan bahwa semua yang perlu dilakukan seseorang untuk diselamatkan adalah “percaya saja,” lebih jauh lagi dengan munculnya ajaran “sekali selamat tetap selamat”, beberapa orang bahkan mengatakan bahwa jika seseorang yang benar-benar menaruh kepercayaannya pada Yesus tetapi hidupnya kembali kepada pola hidup dosa yang adalah cara-cara lamanya, ia mungkin hanya akan kehilangan beberapa “pahala”, namun ia tidak akan pernah kehilangan pahala anugerah keselamatannya. Dia akan tetap “pergi ke surga,” kata mereka, tidak peduli apa yang dia lakukan.

Namun Alkitab mengajarkan bahwa kita pada akhirnya akan diselamatkan hanya jika kita “Hal itu hanya dapat terjadi jika kamu tetap beriman dan teguh berdiri pada Injil, serta tidak bergeser dari pengharapan yang terkandung di dalam Injil, yaitu Injil yang telah kamu dengar dan yang dikabarkan di mana-mana di antara semua makhluk di kolong langit. Untuk memberitakan Injil itulah aku, Pa’ul, telah dijadikan seorang abdi umat,” (Kolose 1:23, SB).

Harus ditegaskan disini bahwa pemuridan untuk membangun karakter yang saleh bukanlah tentang “mendapatkan” keselamatan melalui usaha dan perbuatan manusia. Karena kita tahu bahwa keselamatan adalah pemberian cumacuma. Kita tidak akan sanggup menambahkan sedikitpun hal yang dapat memberikaan keselamatan. Namun, kita juga harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa seseorang bisa kehilangan keselamatannya oleh karena apa yang
dia lakukan atau tidak dia lakukan! Di situlah letak pentingnya pemuridan sebagi inti dari Amanat Agung dalam Matius 28:19-20. Kita diutus bukan untuk mewartakan Injil tetapi untuk memuridkan agar terjadi pembentukan karakter. Memang pintu masuknya adalah pewartaan Injil, tetapi tidak boleh berhenti disitu saja.

Ketika kita membicarakan “membangun karakter yang saleh,” maka yang kita maksud adalah proses bertumbuh semakin menjadi serupa dengan Kristus, melekat dengan Tuhan dan mengandalkan Dia untuk menolong kita dalam upaya kita untuk menolak dan menghindari hal-hal yang dapat terjadi yang dapat menyebabkan kita tersandung. Kita melihat ada sebuah pola kerjasama yaitu diri kita melalui usaha memperkuat diri kita sendiri, dengan pertolongan Tuhan, untuk melawan pengaruh kejahatan dan kuasa dosa yang akan membawa kita kembali ke kehidupan dosa lama kita.

Rasul Yakobus mendesak kita untuk “Sebab itu buanglah semua yang kotor dan jahat, yang masih banyak di dalam dirimu. Kemudian terimalah dengan hati yang lembut, firman yang telah tertanam di dalam hatimu dan yang dapat menyelamatkan jiwamu. Jadilah orang yang melakukan firman, bukan orang yang mendengarkannya saja dan menipu
diri sendiri,” (Yakobus 1:21-22, SB).

Dan itulah inti dari pembangunan karakter Kristus melalui pemuridan dalam 49karakter.org ini.
Sekarang mari kita perhatikan prinsip-prinsip dasar pengembangan karakter.

1. Menghormati Tuhan

Prinsip pertama dari karakter yang benar adalah menghormati Tuhan. Kita menempatkan diri kita di tempat yang tepat seperti halnya kita menerima Tuhan di tempat yang seharusnya. Sebuah prinsip dasar yang mudah dimengerti oleh setiap umat Kristiani. Bukankah secara alami setiap orang Kristen menyadari harus menghormati Tuhan. Tetapi yang
menjadi masalah dalam kehidupan sebenarnya meskipun kita tahu Tuhan itu ada, tetapi kita sering tidak menghormati Dia sebagaimana seharusnya. Apakah kita benar-benar mengutamakan perintah yang terutama dan pertama (Markus 12:30) dalam hidup kita? Apakah segenap hati, jiwa dan kekuatan kita secara utuh mengasihi Allah dengan kasih “agapaho”, suatu jenis kasih yang tertinggi yang rela berkorban dan tidak menuntut balas.

Dalam Ibrani 12:28-29 SB dikatakan, “Sebab itu hendaklah kita bersyukur karena kita menerima kerajaan yang tidak dapat diguncangkan. Dengan demikian, kita dapat beribadah kepada Allah dengan cara yang berkenan, disertai rasa hormat dan rasa takut, karena Tuhan kita adalah api yang menghanguskan.”

Apakah kita mempunyai rasa takut akan Tuhan yang seharusnya kita miliki? Meletakkan posisi kita dibawah otoritas Tuhan yang memiliki hak sebagai pencipta dan pemilik yang juga berhak untuk memberikan hukuman-Nya atas kita? Yang lebih penting lagi, apakah kita memiliki sikap dan mengembangkan hubungan menghormati dan mencintai Tuhan?

Dalam 1 Samuel 2, Hana memberikan pujian dan hormat kepada Tuhan dalam sebuah nyanyian: “Hatiku bersukacita karena Tuhan…Tidak ada yang kudus seperti Tuhan… tidak ada gunung batu seperti Allah kita… janganlah kamu selalu berkata sombong, janganlah caci maki keluar dari mulutmu. Karena Tuhan itu Allah yang mahatahu, dan oleh Dia perbuatan-perbuatan diuji. …Tuhan mematikan dan menghidupkan…Tuhan membuat miskin, dan membuat kaya.…Dia menegakkan orang yang hina dari dalam debu… Langkah kaki orang-orang yang dikasihi-Nya dilindungi-Nya,tetapi orang-orang fasik akan mati binasa …Orang yang berbantah dengan Tuhan akan dihancurkan …Tuhan mengadili bumi sampai ujung-ujungnya; Ia memberikan kekuatan pada raja yang diangkat-Nya dan meninggikan tanduk kekuatan orang yang diurapi-Nya” (ayat 1-3, 6-10).

Kita harus menyadari bahwa manusia sesungguhnya diciptakan untuk tujuan kekal. Dosalah yang menjadikan manusia makhluk fana. Tetapi Allah telah memulihkan rancangan atas manusia yang kekal itu melalui anugerah-Nya didalam Kristus. Oleh Kristus kita tidak akan mengalami kematian lagi, karena kematian fisik hanyalah pintu untuk berpindah masuk kedalam Rumah Bapa yang kekal. Sementara kita masih di bumi ini, maka waktu 60-90 tahun ini adalah kesempatan bagi kita dan Tuhan mempersiapkan diri kita masuk dalam kekekalan.

Sehingga kita harus mengerti bahwa Yesus sedang melatih kita diwaktu yang terbatas selama di bumi ini, untuk menduduki posisi dalam Kerajaan-Nya. Sebagaimana kedisiplinan dalam pasukan, maka kita harus menjunjung tinggi otoritas Tuhan Yesus, Roh Kudus dan Bapa. Tuhan mempunyai kuasa tertinggi atas kita serta semua situasi dalam hidup kita. Karena kita setelah diangkat menjadi anak-anak-Nya masih dibiarkan berada ditengah-tengah dunia ini. Bukan untuk menjadi bagian dari dunia, tetapi untuk melewati masa-masa di dunia membentuk jati diri baru dan karakter baru agar siap memegang kepercayaan di Kerajaan Sorga. Pengetahuan ini hendaknya menuntun setiap orang untuk menghormati Tuhan. Dan diantara mereka yang dilatih akan ada bahkan mungkin banyak yang gagal dan kembali pada
kehidupan dosa dan tidak akan masuk dalam Kerajaan Allah.

Memahami kemuliaan Kristus, Paulus dalam suratnya kepada Timotius, menambahkan hal berikut: “Dialah satusatunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.” (1 Timotius 6:16).

Dalam Perjanjian Lama, Musa mendapat hak istimewa untuk melihat bagian belakang Allah, ini adalah sama dengan kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus. Ketika Musa turun dari gunung, wajahnya begitu cerah sehingga dia harus menutupinya. Kisah Alkitabiah tentang hal ini ditemukan dalam Keluaran 33:20-23: “Lagi firman-Nya: “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” Berfirmanlah TUHAN: “Ada suatu tempat dekat-Ku, di mana engkau dapat berdiri di atas gunung batu; apabila kemuliaan-Ku lewat, maka Aku akan menempatkan engkau dalam lekuk gunung itu dan Aku akan menudungi engkau dengan tangan-Ku, sampai Aku berjalan lewat. Kemudian Aku akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku, tetapi wajah-Ku tidak
akan kelihatan.”

Dan kecemerlangan kehadiran Yesus Kristus terpantul kembali pada diri Musa! Itu adalah hanya satu demonstrasi kuasa Tuhan. Kita harus menyadari benar peristiwa ini, wajah Musa kemudian begitu bersinar hingga Harun dan para pemimpin Israel ketakutan (ayat 29). Itu terjadi hanya dengan melihat bagian belakang Yesus Kristus saja sudah luar biasa! Pikirkan tentang kekuasaan, keagungan, kecemerlangan Tuhan Yesus Kristus. Kita diberitahu dalam kitab Wahyu bahwa ketika Tuhan mendatangkan takhta-Nya ke bumi maka tidak memerlukan matahari. Kecerahan Tuhan akan menerangi semesta. Betapa agung ketika kita berhadapan dengan Sang Kristus, ditangan-Nya lah segala kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya (Yudas 1:25).

Inilah masalah mendasar bagi gereja saat ini. Tuhan Yesus sering kali dipahami sebatas sebagai seorang bayi saat Natal, dan seorang manusia yang melayani ketika hidup di bumi. Atau seorang manusia yang mengalami penderitaan sampai menemui kematian-Nya saat Paskah. Kita telah gagal melihat secara utuh Kristus sebagai juga adalah Raja, yang dibawah kaki-Nya diletakkan segala sesuatu (Efesus 1:21,22 ; Filipi 2:9-11).

Bagaimana mungkin kita sebagai umat Kristus yang masih sangat muda ini tidak menundukkan kepala ketika mendengar nama Yesus Kristus? Anak-anak diperintahkan untuk menghormati orang tuanya. Yesus Kristus adalah Pencipta kita, Juruselamat, Mempelai Pria, dan, di satu sisi Ia juga adalah Orang Tua kita. Dalam segala sisi Allah tentu saja seharusnya mendapat kehormatan tertinggi, pertama dan terutama. Umat Kristen harus memberikan upaya secara sengaja dan sadar dalam memberikan hormat dan pengakuan kepada Tuhan, sekaligus menyadari siapa diri kita.

Penghormatan kita kepada Tuhan harus diwujudkan bukan hanya dalam ibadah kita. Ketika kita datang kepada Allah dalam ibadah, seharusnya didasari oleh rasa hormat. Pikiran kita harus tertuju pada ibadah yang memberikan hormat kepada Allah yang telah melakukan begitu banyak hal bagi kita. Seharusnya tidak ada sedikit pun terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat dalam ibadah. Bahasa kita harus berupa ucapan syukur dan pujian kepada Allah yang memegang kehidupan kita di bumi sampai kekal di tangan-Nya.

Demikian juga penghormatan terhadap Tuhan harus terwujud dalam pernikahan dan dalam membesarkan anak, dalam pekerjaan, dengan keluarga kita, dan dengan setiap saudara kita di dalam Kristus. Kita harus mencerminkan berpikir tentang tunduk pada otoritas dan kemuliaan Tuhan untuk semua yang kita lakukan. Karena kepada siapa kita mengarahkan hati kita maka itulah yang akan terwujud dalam perkataan dan perbuatan kita. Dan hati kita setiap saat harus terarah kepada sikap takut akan Tuhan.

Kehidupan kita sehari-hari di tempat kerja dan dalam hubungan kita dengan dunia, oleh dosa yang terus membesar didalamnya, akan secara perlahan menuntun kita menjauh dari Tuhan kecuali bila kita memilih untuk selalu mengutamakan Dia. Keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup bukan berasal dari Bapa, melainkan dari dunia ini (1 Yohanes 2:16). Kata-kata kotor, mengejar kesenangan, dan gaya hidup hedonistik bukanlah berasal dari Tuhan! Ketika pikiran kita terus menerus pada kesenangan dan hal-hal di dunia ini, kita tidak mewujudkan bahwa diri kita sudah dipisahkan dan dikhususkan bagi Allah “hagios” dari dunia!

Proses berpikir sehari-hari yang diperlukan untuk menghormati Tuhan dengan benar harus dimulai sejak dini pagi saat kita menyembah, membaca Firman dan berdoa memohon kepada Tuhan, “Tolonglah kami agar hidup menghormati Tuhan dalam semua yang kami lakukan dan katakan.” Ibadah subuh kita harus selaras untuk menghormati Tuhan. Doa malam kita hendaknya menjadi kesempatan untuk meminta pengampunan dan memuji Tuhan atas semua yang Dia ijinkan kita alami dan miliki. Sikap mendasar kita hidup bersama Kristus adalah seperti sikap seorang istri pada suaminya. Apakah ada pria yang maunya terus mengkritik calon istrinya? Atau adakah wanita yang mau bicara kejam tentang suami dan masa depannya? Tentu saja tidak! Kita hendaknya merasakan hal yang sama mengenai Tuhan dan bagaimana menghormati penggunaan nama-Nya.

Hal ini membutuhkan kebulatan kasih di hati, jiwa dan segenap kekuatan kita, dan kita harus memperkuatnya setiap hari untuk benar-benar menghormati Tuhan dengan cara yang Dia harapkan dari kita. Ingatlah, “Allah kita adalah api yang menghanguskan” (Ibrani 12:29)! Kita berhutang segalanya kepada-Nya! Kita harus menghormati Tuhan dengan seluruh hakikat kita termasuk ha katas milik kita melalui perpuluhan dan persembahan. “Allahlah yang memberi kita kuasa untuk memperoleh kekayaan” (Ulangan 8:18).

Jadi, jika kita ingin memiliki karakter yang saleh, kita harus menghormati Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita.

2. Rajin Mencari Tuhan

Dalam Ibrani 11:6 kita membaca, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguhsungguh mencari Dia.” Dalam ayat ini kita mempunyai dua konsep penting: iman, dan upah bagi mereka yang mencari
Tuhan dengan sungguh-sungguh. Untuk memiliki karakter yang saleh, pertama-tama kita harus beriman kepada Tuhan. (Nanti kita akan mengulangi hal ini di prinsip karakter lainnya.)

Siapa pun yang tidak sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan mampu memecahkan segala masalah, berarti ia kurang memiliki keyakinan. Itulah sebabnya setiap prinsip yang dinyatakan disini sangat penting untuk membangun karakter. Berapa banyak orang yang benar-benar percaya pada perkataan Yesus di Matius 6:33? Dia berkata, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Dibutuhkan iman untuk menjalankannya dalam kehidupan prinsip kebenaran ini. Bukankah kebanyakan kita akan lebih bergantung pada pendidikan, keterampilan kerja, dan kemampuan, dan sumber daya kita sendiri. Mungkin bagi Sebagian orang Kristen bisa percaya pada Tuhan seperti yang Yesus sarankan ini. Tetapi ini adalah sebuah “Lompatan iman yang sangat besar!”

Bukankah kebanyakan orang sebenarnya takut untuk percaya kepada Tuhan, karena kita tidak dapat melihat-Nya atau berbicara kepada-Nya. Harus ada titik pijak yang kokoh sebagai asal mula kepercayaan pada Tuhan dalam hidup kita. Kebanyakan kita memulai perjalanan spiritual kita dengan iman yang begitu tipis, disertai dengan keteladanan hidup yang kurang dari para pemimpin Rohani kita. Sehingga kemudian seiring perjalanan waktu mengikis iman kita atau kita terjebak dalam kegiatan “duniawi” yang tidak pernah memungkinkan kita untuk melanjutkan kedalam pertumbuhan iman yang lebih dalam.

Iman dibangun seperti membangun sebuah bangunan, dimulai dari satu batu bata, satu dinding, satu paku terus satu paku, dari waktu ke waktu seumur hidup kita. Kepercayaan, iman, bertumbuh melalui ketaatan dan kesetiaan dari satu prinsip keyakinan pada satu waktu. Melakukan Rhema Firman yang tertanam dalam hati akan menghasilkan upah bagi manusia roh kita, ini yang akan membangun kepercayaan. Disinilah manusia roh kita menjadi bertambah dengan mengalami “buah” kuasa Firman saat dilakukan, iman akan makin dibangun. Ibarat membangun sebuah rumah, kita terus berkembang, makin kokoh dan lengkap wujud karakter Kristus setiap hari dalam hidup kita. Kita harus belajar bahwa Tuhanlah yang menyediakan bagi kita melalui segala keadaan, mendatangkan pertumbuhan manusia roh kita. Inilah saat ketika kita benar-benar melihat Tuhan bekerja dalam hidup kita, iman kita bertumbuh dan bertambah.

Salah satu cara untuk mulai memercayai Tuhan dan mengembangkan iman adalah dengan memberikan persembahan dengan setia. Kenali apa Ulangan 8:17-19, “Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini. Tetapi jika engkau sama sekali melupakan TUHAN, Allahmu, dan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya,
aku memperingatkan kepadamu hari ini, bahwa kamu pasti binasa.”

Satu aspek penting tanda ketertundukan adalah saat orang beriman menyadari bahwa Allah-lah yang “mengizinkan” kita mendapatkan kekayaan kita. Kita tentu yang mengejar pendidikan dan bekerja setiap hari, namun Tuhanlah yang memberi kekuatan pada kita untuk melakukannya. Hingga kita dapat melakukan apa yang kita lakukan. Inilah masalah yang paling rumit bagi manusia modern saat ini, untuk secara berupaya secara sadar untuk mengingat Tuhan campur tangan-Nya atas nama kita. Kita hanya melihat dunia fisik melalui buku yang kita baca, bangunan tempat kita bekerja, dan uang yang kita peroleh dari kerja kita. Tetapi sesungguhnya Tuhan ada di latar belakang semua itu. Kita memiliki tugas melalui iman kita untuk mengedepankan Dia dan memberikan pengakuan yang layak diterima-Nya.

Ketika kita melupakan Tuhan, iman kita berkurang. Ketika kita menjauhi persekutuan pribadi dengan-Nya, iman kita surut. “Iman timbul dari pendengaran!” kata rasul Paulus (Roma 10:17). Iman tidak dibangun dalam ruang hampa. Kita memerlukan aktivitas untuk mengembangkan iman. Abraham adalah ayah yang sangat mengasihi Ishak putranya, tetapi dengan taat dan setia rela melakukan perjalanan tiga hari untuk mengorbankan putranya karena Tuhan
memintanya untuk melakukannya.

Saat yang tepat ketika masalah ekonomi menghampiri kita, ketika kita memiliki masalah dalam pekerjaan, usaha, inilah saatnya untuk memercayai apa yang Yesus katakan dalam Matius 6:33: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah… maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Tuhan akan menunjukkan kepada kita bagaimana Dia dapat memelihara kita seperti yang Dia lakukan terhadap seluruh alam. Demikian saat kita menganggur atau sakit parah, kita berseru kepada Tuhan. Mengapa tidak berlatih “mencari” Dia sebelum tragedi terjadi? Karenanya ssikap yang benar say menghadiri kebaktian gereja adalah mengingat siapa yang memberi kita Kesehatan, kekayaan kita; menyadari kuasa Tuhan untuk melepaskan kita dari kesulitan; bersyukurlah atas semua yang kita miliki dalam hidup kita.

Ingatlah bahwa Tuhan memberi upah kepada mereka yang tekun mencari-Nya. Tuhan sangat menginginkan kita untuk menemukan Dia, menemukan siapa Dia, dan mempelajari apa maksud dari rencana-Nya. Ini bisa disebut “fenomena eureka.” Ben Franklin mungkin berteriak “Eureka!” pada penemuannya listrik dengan eksperimen layang-layang dan kuncinya; pengalaman menemukan Tuhan dan rencana-Nya bagi kita akan membangkitkan respons serupa. Tidak ada kepuasan yang lebih besar daripada rajin mencari sesuatu dan kemudian menemukannya. Tuhan ingin kita mengalami perasaan puas itu saat menemukan Dia dan memercayai Dia. Bahwa Tuhan selalu ada bagi kita kapan pun kita membutuhkan bantuan atau pertolongan.

Tuhan ingin memberi upah atas semua yang kita lakukan. Daud ingin membangun tabernakel permanen bagi Tuhan, dan Tuhan terkesan dengan sikap Daud yang mengakui Tuhan sepanjang hidupnya. Kita sebagai orang tua yang menginginkan anak-anak kita mengingat kita pada acara-acara khusus dan istimewa. Bukankah kita akan sangat tersanjung dan menghargai sebuah pengakuan yang dilakukan secara tak terduga. Bukankah disudut hati kita selalu tersimpan keinginan untuk mendapatkan pengakuan apalagi penghormatan dari istri dan anak-anak kita ? Hal ini juga benar di hadapan Tuhan. Dia menginginkan pengakuan! Dia ingin kita mencari Dia! Dia sangat menikmati permainan saling sembunyi dan mencari, kita akan menjadi seperti seorang anak kecil yang bersukacita saat menemukan “penyembunyian” dalam bermain “petak umpet,” Demikian Tuhan juga akan penuh sukacita saat ditemukan tempat persembunyian-Nya!

Tuhan tidak benar-benar bersembunyi dari kita, namun Dia ingin agar kita berupaya mencari tahu betapa luar biasanya Dia sebenarnya. Penemuan adalah pengalaman yang berharga. Tuhan memastikan bahwa kita memang demikian benar-benar dihargai karena menemukan-Nya. Sayangnya, kita sering menunda-nunda pencarian. Kita hanya mencari Tuhan dimana kita telah menjadi sangat membutuhkan dan tidak mempunyai tempat lain untuk dituju lagi. Ini adalah kisah yang sering diulangi oleh bangsa Israel yang mencari Tuhan ketika mereka diperbudak dengan sangat keras di Mesir namun kemudian segera melupakan Dia ketika keadaan baik.

Ketika kita telah menemukan-Nya, kita dapat berseru kepada-Nya setiap hari dalam hidup kita. Seharusnya jauh sebelum terjadi bencana menimpa kita, kita sudah berhubungan dengan-Nya dan pencariannya tidak akan lama, karena kita terus hidup melekat pada-Nya. Itu pola Persekutuan yang terjadi terus-menerus dengan Tuhan. Yang juga dapat mencegah kita terjerumus ke dalam situasi bencana. Jadi ada banyak alasan untuk beriman dan mencari Tuhan. Kembangkan iman dan tekun mencari Tuhan agar dapat merasakan keharuan sukacitaan hati saat menemukan Dia.

3. Menghasilkan Buah dan Bermultiplikasi.

Begitu kita telah menemukan Tuhan dan kita merasakan upah atas pencarian kita, kini kita harus menghasilkan buah. Dalam Yohanes 15:2, kita membaca, “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.” Sedangkan di ayat 16-17 dari pasal yang sama, Yesus menyatakan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”

Orang Kristen ditetapkan untuk menghasilkan buah. Sehingga Tuhan menempatkan hasil buah dalam suatu kategori tanggung jawab yang besar. Mereka yang tidak menghasilkan buah akan dibersihkan dan dibuang. Apakah kita memahami implikasi dari hal ini? Yesus dengan jelas mengatakan kepada kita bahwa jika kita tidak menghasilkan buah, kita tidak akan berhasil masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Ia ingin agarsebagai penghasil buah, kita akan tetap berproduksi lebih banyak.

Hal ini serupa dengan perumpamaan tentang talenta (Lukas 19:11-27). Orang yang diberi lima talenta keluar menjalankannya dan mendapat lima lagi. Demikian yang dua talenta menghasilkan dua talenta juga. Satu-satunya yang “dibawa untuk disembunyikan” adalah orang yang dipercayakan mempunyai satu talenta, yang tidak menjalankan tetapi justru menyembunyikannya karena takut. Dia tidak menghasilkan buah! Dan Tuan itu mengatakan Hai hamba yang jahat !

Lebih jauh Tuhan Yesus juga menjelaskan bahwa mereka yang tinggal didalam Dia dan Firman-Nya, dapat meminta apa pun kepada Bapa dan Dia akan menberikannya (Yohanes 15:7-8). Apakah ini juga berarti bagi orang yang malas dan tidak produktif tidak akan mendapat jawaban? Dari Firman ini memang tampak begitu! Yesus sangat menghargai
produktivitas. Dia berkata, “Ayahku bekerja, dan aku bekerja” (Yohanes 5:17). Yesus menuntut kita menjadi produktif! Dia mengharapkan pengembalian pada-Nya investasi yang dipercayakan kepada kita. Tuhanlah yang menciptakan kita, kemudian karena dosa, Ia harus mati untuk kita, dan sekarang Tuhan di sorga menjadi perantara bagi kita. Pertanyaan logisnya adalah, “Sebagai balasannya, apa yang kita lakukan untuk Yesus?”

Yesus adalah seorang pragmatis karena Dia memberi kita instruksi, memberikan contoh kinerja, dan mengharapkan kita untuk mengikuti bimbingan-Nya. Beberapa orang berpikir bahwa setelah kita dibaptis, kita baru saja masuk dibaptis di pantai ke dalam Kerajaan Sorga. Ini adalah gagasan dan bayangan yang salah dan diinginkan Setan bagi kita semua orang percaya. Karena sebenarnya, kelambanan dalam pertumbuhan rohani kita bisa menjadi bencana. Dibutuhkan usaha dengan bekerja keras untuk mempertahankan sebuah pernikahan; demikian juga dibutuhkan kerja keras untuk mencapai keamanan finansial; dan tentu lebih lagi dibutuhkan kerja keras serta disiplin tinggi untuk bertumbuh secara rohani.

Cobalah perhatikan para petani yang menghasilkan buah-buahan dari kebun apel, kebun mangga, kebun jeruk, dan kebun pir, Dimana mereka dengan sungguh-sungguh menginvestasikan banyak tenaga dalam usahanya. Mereka harus memulainya dengan memilih bibit dan merawatnya hingga dapat ditanam kembali. Kemudian ketika pohon-pohon
sudah dewasa, mereka akan membersihkan gulma untuk dipangkas! Petani buah juga akan terus menerus menyiram, memangkas, memanen, dan merawat untuk hasil panen terbaiknya. Petani juga akan menunjuk pengelola yang dapat dipercaya agar menjaga kebun buah itu akan menghasilkan panen yang maksimal dan efisien. Pengembalian investasi diharapkan! Pengelola kebun tidak akan mengizinkan pepohonan liar tumbuh dan menumbuhkan tunas (tunas) yang tidak produktif yang akan menyebabkan hasil panennya menyusut! Proses ini adalah pembersihan yang Yesus Kristus maksudkan ketika Dia mengatakan Dia akan melakukannya “pembersihan” supaya dapat menghasilkan lebih banyak buah. Pohon buah-buahan dan pohon kehidupan kita adalah konsep yang sangat mirip.

Produksi buah-buahan kehidupan kita melibatkan hampir setiap aspek kehidupan : pelayanan atau pekerjaan kita,kemampuan membesarkan anak kita, kehadiran di gereja, kehadiran di hari suci, persembahan dan pemberian, sikap kita yang penuh kasih terhadap saudara-saudara kita dalam Kristus, dan pernikahan kita. Jika kita malas dan tidak produktif, Yesus pada akhirnya akan membuang kita. Dia mungkin terpaksa menghukum kita secara berurutan untuk menciptakan dalam diri kita keinginan untuk melakukan pekerjaan kita. Ini adalah cara yang sulit untuk mendapatkan pelajaran. Tapi kita harus melakukannya tidak heran jika Tuhan menegur kita karena tidak melakukan apa yang diperintahkan kepada kita. jika kita mencari dengan tekun dan memuliakan Tuhan, kita harus menghasilkan buah, itulah hakikatnya berkarakter saleh.

4. Waspadalah terhadap Pengaruh Setan dan Duniawi

Salah satu cara untuk gagal dalam membangun karakter yang saleh adalah dengan membiarkan Setan dan dunia ini memikat kita untuk melalaikan tugas kita. Paulus membahas kelicikan Setan dalam Efesus 6:12,16: “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.…. dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat.”

Tugas kita adalah mencegah si penipu ulung menghalangi kita mencapai tujuan kita mengembangkan karakter Kristus di bumi ini. Terkadang sulit bagi kita untuk memahami alasan keinginan Setan untuk menghancurkan seluruh umat Tuhan. Setan penuh dengan tipu muslihat yang membuat kita tersandung, berkecil hati, menjauhi saudara-saudara Kristen dan kebaktian gereja, meninggalkan kasih, cinta mula-mula kita kepada Tuhan, hidup menjadi sama dengan dunia yang menjadi batu samdungan dan menyebabkan perpecahan dimana-mana.

Ada kisah yang mengharukan dalam Kisah Para Rasul tentang pengaruh Setan yang perlu kita ingat.

Dalam Kisah Para Rasul 5:3, kita membaca, Tetapi Petrus berkata: “Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?”

Coba kitaa telaah skenario Setan ini, Ananias dan istrinya menginginkan penilaian baik dari gereja, para rasul, dan rekan seiman. Mereka bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan persetujuan dan terlihat baik di komunitas Kristen,tetapi Setan menggunakan itu untuk kepentingan mereka! Dia melihat pencurian di dalam hati mereka dan berusaha
keras untuk meyakinkan mereka bahwa rencana mereka bagus. Akibat tragisnya adalah dua orang ini kehilangan nyawa. Setan menggunakan kita, mempermainkan kita, dan memikat kita, dan kemudian dia meninggalkan kita, melanjutkan perjalanan lain sementara kita menderita konsekuensi dari tindakan kita. Kita tidak akan pernah membangun karakter Kristus selama kita kalah dengan pengaruh Setan.

Pelajaran ini sangat penting dan strategis. Lihat betapa liciknya Setan, menunggangi dan menggunakan ambisi, keinginan, nafsu, didalam sesuatu yang tampaknya adalah niat baik seseorang dan menyesatkannya. Ananias mungkin adalah pria yang baik dalam banyak hal. Dia mungkin adalah orang yang kita miliki di gereja kita sebagai seorang yang murah hati dan ringan untuk menolong. Namun Ananias tidak sadar akan kuasa Setan yang luar biasa! Jika Ananias sebelumnya berpikir dengan hati-hati, berdoa kepada Tuhan, dan merenungkan konsekuensi yang mungkin terjadi, dia  mungkin tidak akan melakukan sandiwaranya.

Setan juga sering kali menyesatkan para pendeta dan pemimpin gereja melalui hal-hal yang ambisius yang bersumber dari keinginan yang mereka miliki. Hati kita harus murni, niat kita harus murni, atau kita bisa dengan mudah menemukan diri kita dalam posisi seperti Ananias. Masing-masing dari kita harus bisa mengambil jarak dari apa pun situasi, kesempatan didepan kita. Dan kita memberikan tempat bagi Tuhan antara kita dan situasi ataupun kesempatan itu. Kita harus memiliki haati yang menanti-nantikan kehendak Tuhan dinyatakan serta memiliki hati yang taat untuk mengatakan “tidak” pada saat Tuhan menghendaakinya. Ananias seharusnya telah mengatakan “tidak” ketika dia tergoda! Kegagalannya menunjukkan kepada kita bahwa kita harus sangat peka terhadap kuasa dan pengaruh Setan yang luar biasa. Dan itu hanya bisa terjadi saat hati kita terjaga murni

Begitu banyak orang yang dengan naifnya berkata, “Saya baru saja menyuruh si ular tua itu pergi!” Mereka, seperti kebanyakan manusia, meremehkan cara kerja setan dengan tidak menyadari kuasa dan kelicikannya. Yakobus mengatakan untuk “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!” (Yakobus 4:7). Menolak lebih dari sekedar mengatakan sesuatu. Menolak membutuhkan upaya aktif dan sadar untuk menghindari apa Setan sedang lakukan untuk menggoda kita. Ananias adalah contoh yang tepat Dimana ia terikat pada keinginan mendapatkan pujian sehingga tidak sanggup melawan! Yang harus kita lakukan hanyalah menjaga untuk tidak membuka celah bagi setan. Kita harus terus menjaga hati agar pikiran kita tetap sadar bahwa pikiran apa pun yang dipicu oleh nafsu, keserakahan, iri hati, kesombongan, atau perselisihan memberi Setan kesempatan untuk menyerang kita. Saat dicobai Setan, Yesus mengisi pikiran-Nya dengan mengutip Firman sehingga tidak goyah dalam keyakinan-Nya. Membaca dan belajar Alkitab mengimbangi motivasi yang salah dan membantu kita memperoleh pikiran Kristus.

Kita telah membahas pengaruh setan; sekarang marilah kita membahas pengaruh duniawi. Yohanes, Sang rasul kasih, mengatakan hal berikut: “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” (1 Yohanes 2:15-17).

Ananias dan Safira tidak diragukan lagi terpikat oleh “kebanggaan hidup”; mereka ingin pengakuan manusia—dan itu mengorbankan nyawa mereka! Kita harus bisa melihat hubungan yang sangat erat antara keinginan duniawi dan pengaruh setan. Setan akan melakukan upaya liciknya untuk mengaburkannya kebenaran kita. Adalah tugas kita untuk
menghalangi pengaruh jahat setan dan dunia ini.

Kapanpun salah satu dari kita mempunyai keinginan yang tak terpuaskan untuk memiliki kekayaan, pengakuan, atau status, kita harus sangat berhati-hati karena potensi konsekuensinya terjerat oleh nafsu kita sendiri dan pengaruh Setan. Orang Kristen harus ingat bahwa kita adalah makhluk panca Indera yang sering hanya focus untuk “melihat”
dunia ini saja dan kita tidak “melihat” Tuhan karena Dia adalah Roh. Sangat mudah untuk melupakan Tuhan karena kita tidak dapat melihat atau mendengar-Nya. Kita melihat tindakan orang-orang terkenal yang mengagung-agungkan perselingkuhan, kehidupan bebas dan kemewahan yang menggambarkan nafsu dan keinginan daging serta tata kehidupan dunia. Daud dan Batsyeba adalah pengingat akan kecenderungan menjerat untuk “keinginan mata”! Para pemimpin perusahaan kita bisa saja terjerat dalam keserakahan dan “kebanggaan terhadap hidup”, dan iming-iming uang yang telah menyebabkan banyak orang tersandung. Karena alasan-alasan ini, ada pula yang melakukannya menerima konsekuensi hukum dalam sistem hukum kita karena penipuan, korupsi dll.

Jika kita tekun mencari Tuhan, menghormati Tuhan, dan menghasilkan buah, maka kita akan berhasil lebih cerdas tentang apa yang terjadi pada hidup kita. Kita akan menjadi peka terhadap apa Yang Tuhan inginkan versus apa yang kita inginkan! Keputusan kita akan menjadi lebih berpusat pada Kristus daripada egois. Langkah kehati-hatian ini akan
dapat mencegah terjadinya bencana dalam kehidupan kita. Kita harus berkembang kebijaksanaan, pengertian, dan kemampuan untuk mengikuti jalan yang pasti dan mantap.

5. Miliki Visi yang Jelas tentang Rencana Tuhan

Amsal 29:18 (MILT) mengatakan, “Bila tidak ada visi, rakyat dibiarkan tak terkendali, tetapi orang yang memelihara torat, berbahagialah dia!” Kita yang memiliki Roh Tuhan perlu memiliki visi yang jelas tentang apa yang telah Tuhan rencanakan bagi kita manusia. Berjuang untuk mengembangkan karakter Kristus, kita memerlukan motivasi pendorong untuk mencapai tujuan kita. Semua dari prinsip-prinsip di atas akan lebih mudah dicapai jika kita tahu apa hasil akhirnya untuk menjadi apakah kita semua. Dalam Wahyu 1:6 (MILT), Yohanes, ketika berbicara tentang orang Kristen sejati, mengatakan bahwa Kristus “serta menjadikan kita raja-raja dan imam-imam bagi Allah dan Bapa-Nya.”

Paulus berkata bahwa dia melihat melalui kaca gelap untuk memahami maksud Tuhan (1 Korintus 13). Paulus mengetahui sebagian; dia memahaminya sebagian—dan pengetahuan serta pemahaman kita juga “sebagian.” Apakah ada di antara kita, misalnya, yang benar-benar mengetahui apa artinya menjadi raja? Apakah kita memahami kemampuan apa saja yang akan muncul dan yang akan menghilang seperti yang Yesus alamisetelah kebangkitan-Nya?
Apakah kita memahami keabadian dan kehidupan dalam Kerajaan Kekal-Nya? Rencana Tuhan untuk kita sungguhsungguh melampaui pemahaman manusia, tapi kita perlu mencoba memahaminya. Pikiran kita perlu memproyeksikan kita ke dunia masa depan di mana kita akan menghabiskan kekekalan. Kita perlu rajin mencari dan merenungkan apa artinya menjadi raja dan imam disana. Meskipun kita tahu kita harus terus menghidupi keselamatan dengan takut dan gentar hingga “masuk surga” ketika kita meninggal, tetapi betapa kuatnya gairah untuk terus berjuang sementara di bumi ini, bila kita benar-benar memahami betapa menakjubkannya rencana Tuhan bagi kita itu? Jika kita bisa melihat sekilas Kerajaan ini seperti yang Paulus lihat pada suatu kesempatan, hal itu mungkin akan memacu kita menghidupi
dedikasi yang lebih besar.

Perjalanan kita di dunia ini begitu sementara dibandingkan dengan kehidupan kekal kita, namun terkadang kita bertindak seolah-olah kita akan hidup selamanya dalam daging. Bagaimanapun kita harus berjuang keras untuk merangkul visi, memiliki pemahaman, dan focus yang benar pada masa depan agar kita tidak pernah melupakan alasan kita ada di bumi ini. Pikiran kita harus melakukan dan me mahami visi Tuhan! Kita harus senantiasa menyadari kita adalah bagian dari anggota abadi keluarga Allah dan akan berperan serta dalam Perjamuan Kawin yang mulia (Wahyu 19:9) dengan semua orang kudus. Ini adalah sebuah visi untuk senantiasa direnungkan dan dihidupi!

Pemahaman Paulus yang mendalam tentang Kerajaan Allah dinyatakan dalam 1 Korintus 2:9: “Tetapi seperti ada tertulis: Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”

Coba kita perhatikan mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan profesional akan menerima berbagai kemudahan dan fasilitas di tempat dimana mereka bekerja dan berkarier. Ini akan menjadi tumpuan dan bonus yang dapat mereka nikmati sebagai jaminan masa depan mereka. Jaminan bisa masuk akan kita dapatkan! Kita akan memiliki banyak hal dan mungkin akan berlaku sepanjang hidup kita di bumi ini. Pernahkah kita berpikir juga tentang realita dimana kita di bumi ini sedang diproses dalam sebuah pemuridan yang menuntut disiplin dan kerja keras sehingga melaluinya akan membentuk manusia roh kita untuk mendapatkan pekerjaan yang terjamin : Kita akan menjadi makhluk roh yang mampu melaksanakan tugas kita selamanya! Karena maksud Allah adalah agar kita bisa dipekerjakan selamanya. Itulah
sebabnya kita akan ditantang, dibentuk, dan dilatih untuk pekerjaan kita di masa depan.

Kalau di bumi ini mungkin perusahaan akan terpaksa melakukan pemecatan atau memberhentikan kita dengan alasan “perampingan”? Ini tidak akan terjadi di Kerajaan-Nya. Mungkin juga alasannya adalah mahalnya perlindungan medis yang komprehensif. Tetapi sebagai makhluk roh di sorga tidak akan menderita penyakit, atau mempunyai penyakit yang
melemahkan atau bawaan kelemahan yang diwariskan kepada kita dari orang tua. Jadi kita akan mendapat jaminan permanen kesehatan yang baik! Paket kompensasi yang inklusif: sebuah status yang sangat tinggi di dunia yang hanya bisa dinikmati segelintir orang saja, suatu hal yang sangat menakjubkan.

Bayangkan juga di Kerajaan itu orang-orang akan sujud kepada kita karena kita akan menjadi raja dan warga negara dunia ini akan mengenali kita apa adanya. Yesus berkata bahwa kita akan menjadi pewaris Kerajaan milik-Nya. Artinya semua emas, berlian, permata berharga, dan sumber daya akan menjadi milik kita untuk dinikmati. Kita akan menjadi multi-jutawan berdasarkan warisan yang kita miliki. Kita akan mampu untuk melakukan perjalanan ke seluruh alam semesta hampir seketika, lebih cepat dari cahaya! Bukankah itu menjadi sebuah paket kompensasi yang luar biasa? Sebuah manfaat jangka kekal yang begitu luar biasa : Seharusnya ini akan menjadikan kita sangat bersemangat dan bergairah dengan kehidupan, pekerjaan, pelayanan kita dan dengan penuh kegembiraan dalam “keluarga Tuhan” di
bumi yang sementara ini. Karena diujung perjalanan kita, bila kita bisa mengakhiri dengan baik maka kita akan memasuki masa pensiun yang tidak terkataan indahnya. Siapa yang tidak ingin mendapatkan ketenangan pikiran, bekerja di tempat penuh kebahagiaan, gaji bagus, tunjangan luar biasa, dan peluang perjalanan tak terbatas?

Kita bisa mengerti sekarang, visi yang Tuhan berikan pada Paulus dan pemahamannya tentang pahala yang Tuhan sediakan, mendorong dia untuk mencapai apa yang dia lakukan untuk pekerjaan Tuhan. Dia berkata, dalam Roma 8, bahwa sebenarnya tidak ada yang dapat memisahkan kita dari cinta Tuhan. Paulus dapat mengatakan hal ini karena dia yakin, melalui penglihatan dan wawasannya, akan niat Tuhan dalam hal ini. Kita juga harus jelas mengenai imbalan yang akan kita terima.

Membayangkannya mungkin sangat sulit dalam keadaan dan situasi kita di bumi ini. Tetapi kita bisa sedikit memperoleh gambaran keadaan itu saat kita melihat sebuah kisah film yang menggambarkan sepasang suami istri yang sangat kaya dan bahagia yang memiliki segala fasilitas kekayaan. Sang suami adalah adalah seorang pengusaha yang bisa bepergian
ke negara lain dan menjalankan bisnis dengan terbang menggunakan jet pribadi miliknya. Dia memiliki seorang sopir, pasangan yang cantik dan penuh kasih, bisnis yang sukses yang memiliki cakupan dunia, keahlian di berbagai tempat di seluruh dunia, uang, dan hubungan sosial menjadi kesenangannya. Meski pria ini sebenarnya telah memiliki semuanya, tetapi itupun terbatas oleh umur dan kekayaan dunia, jauh lebih besar keadaan kita dalam Kerajaan Allah, karena tidak ada batasan itu disana, semuanya secara mendalam jauh lebih besar

Kita akan memiliki malaikat sebagai pelayan. Kita, sebagai satu kesatuan, akan menikah dengan Tuhan Yesus, pasangan suami-istri yang penuh kasih yang akan memperhatikan kekhawatiran kita. Kita akan menjadi dunia roh sekaligus dunia baru yang akan mempunyai hubungan sosial dengan berbagai alam roh dan manusia. Betapa indahnya kehidupan kekal
itu untuk direnungkan! Visi ini akan membantu dan mendorong kita menjadi lebih baik dalam pelayanan dan pengabdian kepada Yesus Kristus. Hidup kita akan berlimpah dengan cinta, prestasi, kepuasan, dan kesenangan yang timbul dari pelayanan kepada orang lain untuk selama-lamanya. Sungguh luar biasa visi ini!

6. Berkomunikasi Dengan Tuhan

Meski komunikasi dengan Tuhan biasanya disebut dengan “doa”, namun komunikasi mempunyai arti yang lebih dalam, sebagai sebuah hubungan yang lebih bermakna. Dalam Ibrani 1:1-2, penulis menceritakan tentang Yesus: “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.”

Allah yang melalui kehadiran-Nya dalam wujud Yesus Kristus berbicara kepada Musa dan orang lain melalui suara. Musa memohon bersama-Nya untuk membebaskan orang-orang Israel yang keras kepala itu, dan Dia menyetujui permohonan Musa yang berapi-api itu (Keluaran 32). Abraham “berunding” dengan Tuhan mengenai nasib masyarakat Sodom, akhirnya membuat Dia setuju untuk menunda penghancuran kota jika sepuluh orang benar bisa melakukannya ditemukan di sana (Kejadian 18). Kedua orang ini berbicara langsung kepada Allah yang kemudian menjadi Yesus Kristus, dan langsung mendapat tanggapan. Tetapi sering kita merasa tidak memiliki keistimewaan untuk bisa berkomunikasi secara pribadi seperti yang mereka lakukan itu. Ya, benar!

Sering kita kurang menyadari betapa istimewanya keadaan kita saat ini jauh lebih dari keadaan Musa dan Abraham. Ketika kita bisa berdoa dalam pimpinan dan tuntunan Roh Kudus yang tinggal didalam hati kita, serta kita dapat membawa Firman Tuhan yang telah dituliskan dalam Alkitab serta mengutip dari Firman kepunyaan Allah yang berisi janji-janji-Nya kepada kita. Bagaimana dengan mereka yang sakit? Mereka dapat menemukannya dalam Kitab Yakobus dan mengutip langsung janji-janji dalam Firman-Nya, Tuhanlah yang akan menepati (lihat Yakobus 5:13-18). Doa iman mereka dapat sampai kepada Tuhan dengan intensitasnya, karena mereka memohon kepada Tuhan seperti yang dilakukan Musa dan Abraham atas nama orang-orang yang mereka doakan. Ketika kita mengutip Firman Tuhan dalam permohonan kita kepada-Nya, Dia akan mendengarkan, karena Dia akan mendengarkannya melihatlah bahwa kita sangat serius dengan permintaan kita.

Contoh lain ditemukan dalam Matius 6:33. Kita diperintahkan untuk mencari Tuhan lebih dahulu dan Dia akan memperdulikan kita. Sehingga sebenarnya bila kita benar-benar mencari Tuhan dan mengupayakan hubungan yang erat dengannya Dia, kita bisa mengutip bagian ini untuk Dia. Pada hakikatnya kita berkomunikasi dengan Tuhan secara adil seefektif yang dilakukan Musa dan Abraham pada zaman mereka. Hal ini ditunjukkan lebih lanjut dalam Ibrani 4:12-13,16: “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang
dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab……..Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” Tuhan ingin kita pergi kepada Dia dan dengan penuh
keyakinan menyatakan permohonan kita kepada-Nya, seperti yang dilakukan Musa dan Abraham ketika mereka memohon kepada Tuhan atas nama konstituennya.

Ada alasan lain untuk berkomunikasi secara jelas dengan Tuhan. Pikiran itu datang kepada kita melalui Matius 26:41: “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Saat kita berpindah dari melakukan kewajiban agamawi kepada memiliki hubungan komunikatif dengan Tuhan,
orang lain mungkin akan mengira bahwa kita sedang berusaha melarikan diri dari masalah yang datang dari dunia pada akhir zaman ini. Tindakan yang mungkin tampak mementingkan diri sendiri, tetapi jika kita datang kepada Tuhan dan mengembangkan kedekatan yang tulus dengan-Nya, maka akan banyak keberkahan yang didapat. Sebenarnya bagian ini adalah sebuah pilihan terbaik yaitu dengan mempercayai sepenuhnya perkataan Yesus, dan kita bisa terhindar dari tragedi! Dan yang lebih penting lagi adalah kita akan mampu berdiri di hadapan Yesus ketika Dia datang kembali.

Yesus berkata bahwa domba-domba-Nya mendengar suara-Nya (Yohanes 10:27). Bagaimana caranya? Melalui komunikasi yang intim malalui doa, meditasi, pujian, ucapan syukur, dan hubungan pribadi yang berdasarkan Alkitab. Daniel berdoa tiga kali sehari dan dia diselamatkan dari sarang singa. Sadrakh dan teman-temannya terselamatkan dari tungku api. Komunikasi dengan Tuhan diperlukan dan dapat menyelamatkan hidup kita dari situasi tertentu yang mengancam jiwa. Kita mempunyai semua alasan di dunia ini untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Kita akan tumbuh lebih kuat secara rohani. Dan ketika hari jahat itu tiba, kita akan mampu bertahan!

7. Praktisi Iman yang Solid dan Teguh

Standar Masyarakat modern adalah setiap orang perlu mendapatkan pelatihan yang kuat dalam setiap profesi dan keterampilan yang akan mereka geluti. Seperti seorang pilot komersial harus melakukan pelatihan penerbangan secara konstan di simulator dan di udara. Seorang atlet terus berlatih permainan tertentu berulang-ulang hingga menjadi otomatis. Seseorang pernah menyindir betapa beruntungnya Rudi Hartono menjuarai All England 8 kali berturut-turut.Mereka tidak tahu bahwa hanya dengan semakin keras dan disiplin ia berlatih, akan semakin beruntung ia.

Umat Kristiani juga perlu berlatih dalam iman dan melaksanakan prinsip-prinsip alkitabiah. Ibrani 5:12-14 menyatakan, “Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.”

Umat Kristiani perlu mencapai tingkatan kedua dari Firman ini. Ungkapan “orang-orang dewasa” berarti mereka mahir dalam menerapkan prinsip-prinsip alkitabiah. Perhatikan juga dengan “karena mempunyai panca Indera yang terlatih” ini adalah sebuah rintangan bagi umat Kristiani untuk melakukannya, karena membutuhkan praktek dan keteguhan iman yang sebenarnya harus mereka upayakan mengatasinya. Meski faktanya teologi yang berkembang saat ini hanya mengajarkan kita hanya perlu percaya. Namun keyakinan (iman) yang tidak menghasilkan apa-apa, nilainya kecil, tulis Yakobus bahwa hanya pelakunya yang dibenarkan (Yakobus 2:14-26). Sehingga kita harus benar-benar memikirkan dan menerima prinsip “alasan penggunaan”!

Mengerjakan konversi dari makhluk panca Indera yang menggantungkan seluruh aktifitasnya berdasarkan apa yang bisa dirasakan, menjadi makhluk roh yang mendasarkan pada kebenaran Firman setiap hari adalah rintangan besar bagi sebagian orang. Yang ada “Standar Kristiani” bagi banyak orang adalah ini: Keluarga masih menghadiri ibadah gereja meski secara sporadis, dan menghadiri acara-acara khusus seperti Paskah, Natal, pembaptisan, dan pernikahan. Beberapa mungkin menjadi anggota gereja yang tetap, tetapi kemudian bukan seluruh kehidupannya dilibatkan dan diserahkan dalam otoritas Firman, karena mereka akan menggunakan sisanya hari untuk hiburan pilihan mereka.

Kita harus benar-benar menyadari bahwa perjalanan iman bukan berhenti pada menerima Kristus. Proses selanjutnya adalah perubahan paradigma yang mulai terjadi dari hati yang menerima kebenaran dan kehadiran Roh Kudus. Ini yang banyak tidak ditekankan pada pengajaran tradisional Kristen. Akan mulai perjalanan yang didorong kerinduan dari dalam, ingin dibaptis dan mulai menghadiri ibadah. Masalah biasanya dimulai pada titik ini, karena jika hanya sampai disini maka langkah iman itu akan terhenti pada kegiatan agamawi saja, sebuah pola pikir umum tentang “gereja”!

Seharusnya perjalanan iman itu harus dilanjutkan pada langkah besar berikutnya yang sangat berbeda dengan pendekatan agamawi. Sebuah langkah dimana mereka menemukan bahwa mereka harus “mengerjakan keselamatan [mereka] dengan takut dan gentar” (Filipi 2:12). Masalah yang kemudian muncul adalah menjadi sulit untuk dilakukan ketika kita dituntut untuk melakukan dengan disiplin dan sungguh-sungguh ini dikaitkan dengan anugerah keselamatan yang merupakan anugerah saja. Ini adalah usaha untuk bertahan didalam keselamatan yang masih harus kita pertahankan dirtengah-tengah perjalanan kehidupan di bumi ini. Kita harus dengan tekun dalam mencari Tuhan, agar kita bisa melawan pengaruh Setan dan keinginan daging dan menghasilkan buah-buah pertobatan melalui wujud karakter Kristus yang kita hidupi.

Indra kita harus dilatih dan dikembangkan untuk membedakan yang baik dan yang jahat. Dalam Efesus 3:14-19, Paulus menulis, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya. Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.”

Paulus menunjukkan kepada kita bahwa batin kita dapat dikuatkan oleh Roh Allah. Kita butuh Tuhan melindungi kita dan melepaskan kita dari kejahatan, namun menerima pertolongan Tuhan memerlukan partisipasi kita. Dengan bantuan Tuhan, kita dapat menang dan memperoleh penguasaan serta menjadi seperti Yesus Kristus. Sebuah proses yang hanya akan Tuhan lakukan ketika kita menerima dan mau bekerjasama dengan kehendak-Nya melalui karya Roh Kudus. Ungkapan Bapa Gereja Agustinus yang sudah banyak dilupakan oleh orang-orang Kristen yang enggan untuk berubah menjadi semakin serupa Kristus. Sebuah proses yang sangat jelas diungkapkan Bapa Agustinus “Tanpa Tuhan kita tidak bisa ; tanpa kita, Tuhan tidak akan melakukannya”. Kitalah yang harus berproses menjadi KUDUS, bukan orang lain. Panggilan kekristenan dan tujuan kekristenan seharusnya hanya satu yaitu menjadi SERUPA KRISTUS, melalui proses pengkudusan.

Ringkasan Prinsip

Orang Kristen harus memahami proses belajar—sama seperti siapa pun dalam disiplin ilmu apa pun harus belajar, baik itu belajar bisnis, profesi, atau keterampilan. Banyak orang telah bekerja bertahun-tahun, namun belum mendapatkan hasil yang nyata. Ada yang mengatakan seperti ini: “Seorang Kristen bisa mempunyai pengalaman selama tiga puluh tahun atau pengalaman satu tahun tiga puluh kali lipat.” Orang yang berpindah dari menjalani kehidupan agamawi menuju kehidupan dalam persekutuan pribadi dengan Tuhan akan mendapatkan pengalaman sejati dari banyak pilihan cara dalam hidup. Perjalanan melalui refleksi atau meditasi dalam pembelajaran. Memang sering kita belajar tidak terjadi pada saat kita sedang melakukan suatu kegiatan. Itu terjadi setelahnya, ketika kontemplasi terjadi. Tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang saya pelajari tentang pengalaman ini? Bagaimana saya bisa melewati dan melakukan dengan cara berbeda? Akankah saya melakukan hal yang sama di masa depan?” Harus ada refleksi untuk bisa melakukannya mempersiapkan kita untuk pengalaman masa depan. Kitab Ibrani menggemakan prinsip ini dengan menyatakan, “Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang kerena mempunyai panca Indera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.” (Ibrani 5:14). Mereka yang masuk kedalam pemuridan harus belajar dari setiap pengalaman! Berikut prinsip-prinsip menjalani proses pemuridan :

Pertama, orang yang bertobat perlu merenungkan, menerapkan Firman untuk mewujudkan karakter Kristus seiring perjalanan iman dalam kehidupannya.

Kita perlu mengembangkan kerangka acuan yang lebih besar dalam kehidupan iman kita agar bertumbuh dalam kasih karunia dan pengetahuan. Ini membutuhkan refleksi terus-menerus dengan Alkitab untuk memvalidasi pembelajaran kita. Bandingkan diri kita dengan tohon-tokoh iman yang telah lulus sampai akhir hidup mereka seperti Daniel, Paulus, atau Musa. Apa yang konsisten mereka lakukan sehingga menjadi pembeda dalam kehidupan mereka? Memang kita
tidak bisa menduplikasi kehidupan orang lain, namun ada prinsip yang bisa diambil dari pola kehidupan iman orang
lain.

Ada referensi yang dikenal dengan ‘juris prudensi’ dalam profesi seorang pengacara. Dimana ada suatu kasus yang dalam proses suatu uji coba dan keputusan yang telah dijatuhkan dalam keadaan khusus. Sang pengacara kemudian bisa membandingkan suatu kasus lain yang memiliki kemiripan dengan keputusan akhir dan menjadikan kasus tersebut sebagai kerangka acuannya. Prinsip ini juga dapat diterapkan dalam profesi apa pun, termasuk bagi kehidupan iman umat Kristiani. Oleh karena itu, kita harus melakukannya tambahkan pengetahuan dalam kerangka acuan kita, melalui
pendalaman Alkitab!

Saat pembelajaran dijalankan, tentu tidak dilakukan dalam ruang hampa; tetapi melalui “trial and error”. Yang menarik Tuhan selalu mengijinkan hal itu terjadi, karena setiap manusia diciptakaan Allah sebagai sebuah karya ‘seni yang tunggal’, sehingga proses pembentukannya akan selalu unik dan khusus. Bahkan mungkin akan ada kemunduran dalam hidup saat proses itu terjadi. Orang Kristen yang bergumul harus belajar bahwa ia bisa membuat kesalahan atau gagal untuk sementara waktu, ini sama sekali tidak aneh. Seorang sedang magang untuk membuat cetakan harus belajar cara mengoperasikan berbagai macam cetakan mesin dan memegang toleransi yang sangat ketat pada komponen yang dikerjakannya. Dia diberikan awalnya pasti hanya tugas-tugas sederhana sehingga dapat mengembangkan rasa percaya
diri. Mengukur, memeriksa, dan mengamati adalah bagian dari proses yang dilalui oleh orang baru itu. Kesalahan pasti akan dilakukan, karena memang ada banyak aspek pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam produksi yang menuntut akurasi tinggi ini. Seiring berjalannya waktu, peserta magang akan berkembang keterampilan dasarnya,namun mungkin masih membuat kesalahan dalam prosedur. Pemula menjadi terampil dengan memanfaatkan
kesalahan yang dibuat dan menambahkannya ke kerangka acuannya. Dalam kata lain, kesalahan dapat dijadikan pengalaman belajar dan berkontribusi pada pertumbuhan proses. Orang Kristen perlu mengetahui bahwa Tuhan memberikan “bingkai kita” tetapi setiap kita akan memiliki kontribusi besar untuk pembentukan diri kita menjadi serupa Kristus. Tanpa Tuhan proses itu tidak akan mungkin terjadi, tetapi tanpa kontribusi kita, Tuhan tidak akan
melakukannya. Disinilah sebagai anak-anak-Nya kita telah diberikan hak sekaligus kewajiban dalam proses pembelajaran. Melakukan kesalahan bukanlah hal yang memalukan, tapi hanya orang bodoh yang mengabaikan pelajaran dan peringatan yang terkait dengan kemunduran sementara oleh kesalahan itu.

Kedua, terimalah kegagalan sebagai bagian dari pertumbuhan!

Orang Kristen, seperti profesional lainnya, tidak boleh berpandangan sempit ketika ia melakukan perbandingan dirinya kepada Yesus Kristus. Kristus ingin umat-Nya menjadi sempurna. Keinginan Tuhan adalah agar kita melakukannya dengan melihat diri kita sebagaimana Tuhan melihat kita. Sebagai calon raja, kita mempunyai kewajiban untuk
membandingkan diri kita sendiri dengan teladan yang sempurna, sambil menyadari bahwa kita tidak pernah sendirian dalam pencarian karakter serupa Kristus. Segala sarana telah Tuhan sediakan, penebusan dosa, Firman yang tertulis dalam Alkitab, Roh Kudus yang diutus tinggal dalam hati kita, semua bantuan telah tersedia hanya tinggal bekerja dan
berdoa! Peringatan terpenting bagi kita adalah melakukan apa yang kita tahu harus kita lakukan! Jangan menjadi lemah
dan lalai. Kita harus terus memandang Yesus sebagai teladan kebenaran dan sumber pertolongan yang sempurna!

Para pahlawan iman kita, adalah pribadi yang memiliki kesamaan karakter yaitu semuanya telah menunjukkan tingkat kekuatan iman yang kokoh. Daniel adalah seorang pemuda yang berada di Babel sebagai orang tawanan Israel, tetap kokoh dan teguh berpegang pada kebenaran. Perhatikan bagaimana Yusuf yang kemudian menjadi terkenal meskipun
sebelumnya tetap dengan gigih mempertahankan iman dan perilakunya dipenjara selama tiga belas tahun. Orangorang ini dan orang lain seperti mereka memiliki kegigihan; mereka bekerja keras, rajin ; terus mengembangkan keberanian yang memancarkan kepercayaan pada orang lain. Kita sering iri dan mengidolakan pahlawan kita.Perbedaan utama antara pahlawan kita dan kita adalah pahlawan kita bersedia menderita lama dalam usahanya mencapai kesuksesan.

Kita bisa melakukan hal yang sama, tapi keinginannya harus ada. Mungkin pahlawan Alkitabiah kita dapat memikat kita untuk menjadi pahlawan dalam diri kita sendiri. Jika kita meniru teladan mereka dan menerapkannya prinsip-prinsip Firman yang dituangkan dalam 49karakter.org ini, kita semua akan menjadi pahlawan di mata Yesus Kristus. Dia akan mengakui pencapaian kita dan menghadiahi kita dengan mahkota kemuliaan !