Hari 5
2 langkah menghidupi kesejatian diri.
Bacaan : Mazmur 62.
Mazmur 62:9, “Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita.”
Berikut 4 langkah menghidupi kesejatian diri :
Pertama, carilah dengan sungguh-sungguh jati diri kita dalam keheningan dan kesunyian.
Sebagaimana kisah seorang pekerja pabrik yang kehilangan jam tangannya saat bekerja di pabrik. Ketika ia meminta tolong pemilik pabrik untuk mencarikannya, karena ia tidak bisa menemukannya ditengah hiruk pikuk dan gemuruh suara mesin pabrik. Tetapi pemilik pabrik itu tahu, saat semua pegawai telah pulang dan semua mesin dimatikan, dalam keheningan ia bisa mendengarkan suara detik jam tangan itu. Sehingga esok paginya ia bisa menemukan dan menyerahkan pada pegawainya jam tangan itu.
Jati diri sejati kita begitu tersembunyi, padahal dari situlah kita dipanggil dan akan mulai dibangun untuk mewujudkan Kristus. Bangunan kokoh akan selalu dimulai dari dasarnya yang kuat. Dan dasar itu adalah jati diri kita yang ditaruh di kaki Yesus untuk diubah bukan diingkari apalagi dimusnahkan. Karena dari sanalah kita telah dibentuk, dan Tuhan akan menggunakan seperti seorang tukang kayu yang menghaluskan bagian-bagian tertentu tetapi membiarkan bagian lain tetap kasar untuk membentuk kesempurnaan karya-Nya.
Namun gangguan yang sangat besar didalam diri dan sekitar kitalah yang membuat kita tidak bisa mendengarkan perasaan kita, keinginan kita, impian kita, kesukaan dan ketidaksukaan kita. Banyak orang di sekitar kita yang ingin memperbaiki, menyimpan, menasehati, dan mengarahkan kita untuk menjadi orang yang mereka inginkan.
Kita perlu menyendiri agar kita bisa mendengarkan.
Langkah praktis yang biasa saya lakukan dimulai dengan sangat sederhana. Setiap hari, sebagai bagian dari devosi saya kepada Tuhan, saya membiarkan diri saya secara jujur merasakan emosi di hadapan Tuhan, meletakkannya dan menyerahkannya. Kemudian saya memohon ampun dan memohon Roh Kudus mengambil alih hidup saya termasuk gejolak emosi itu, merubah, menggantikan ataupun meletakkan sesuai dengan kehendak-Nya.
Kemudian saya akan membuat catatan, renungan bahkan buku-buku sebagai hasilnya. Seiring waktu saya mulai melihat pola dan gerakan Tuhan dengan cara baru dalam hidup saya. Meski awalnya saya bertanya-tanya apakah saya seorang ‘anak nakal’ untuk menjadikan ini bagian dari kehidupan doa saya. Doa saya menjadi sebuah doa yang jujur, apa adanya dan tidak ada satupun yang saya tutupi. Jiwa saya terbuka seratus persen dihadapan kaki Yesus.
Saya membiarkan diri saya merasakan, mengatakan, mendiskripsikan beban penuh dari pikiran, perasaan dan kehendak saya, tidak menyensor salah satu dari mereka.
Bagaimana kondisi jiwa saya, pikiran yang menggelisahkan, perasaan saya tentang komentar menyakitkan yang dibuat rekan kerja kepada saya? Mengapa saya marah? Apa yang saya takutkan? Apa yang membuat saya bersemangat? Depresi apa yang mungkin saya rasakan sore ini?
Meski harus diawali dengan lebih banyak air mata, kepedihan karena banyak menyinggung dan mengungkap bagian-bagian tersembunyi dari kehidupan kita. Sesuatu yang begitu memuakkan ternyata kita miliki dalam jiwa terdalam. Itu semua seperti dikikis, dicongkel, digali dan ditaruh dipermukaan tanpa ampun.
Dan kita menangisi diri, ternyata sumber kekotoran inilah yang sering bocor dan menyakiti orang-orang terdekat kita. Kita menangisi diri seperti kaum parisi yang ditegur Tuhan, bagaikan kuburan yang hanya bagian luarnya saja yang putih, didalamnya berisi tulang belulang busuk.
Bergulat dengan diri, setiap hari dan memasuki bagian-bagian paling sensitif dan tersembunyi ini membutuhkan waktu. Ini sangat memperlambat laju hidup saya. Kebetulan saya memang sedang dalam pemulihan kesehatan setelah tindakan DSA kedua saya, sehingga saya lebih banyak beraktifitas di rumah. Saya makin memperlambat irama kerja saya. Saya memulai dengan prespektif meluas untuk secara alami masuk kedalam disiplin klasik Kristen tentang keheningan (melarikan diri dari kebisingan dan suara) dan kesendirian (sendirian, tanpa kontak manusia). Keheningan dan kesendirian begitu mendasar bagi spiritualitas meraih kedewasaan dan keutuhan jiwa.
Kedua, carilah sahabat yang terpercaya.
Bagi saya, istri saya adalah pribadi yang paling saya butuhkan untuk melalui proses ini. Karena dialah yang paling tahu dan merasakan lapisan diri palsu saya. Jadi meskipun saya mengusahakan keheningan dan kesendirian, tetapi sesungguhnya saya tidak pernah sendiri, karena saya selalu berbagi apapun yang saya alami dengan istri saya.
Karena ada bahaya besar ketika kita benar-benar sendiri tanpa orang lain. Kita bisa salah mendengar dan mengerti pimpinan Tuhan, sesuatu yang dari Tuhan pastilah hal-hal yang tidak akan merusak diri kita dan orang-orang yang kita kasihi. Dan dalam perjalanan spiritualitas menuju keutuhan jiwa yang sehat ini, kita berbicara tentang perubahan radikal pada inti keberadaan kita.
Setidaknya dua kekuatan kritis menghalangi pergeseran yang begitu besar. Pertama, tekanan orang lain untuk membuat kita menjalani kehidupan yang bukan milik kita sendiri sangat besar. Dan kedua, keinginan diri kita sendiri yang keras kepala jauh lebih dalam dan lebih berbahaya daripada yang kita pikirkan. Kemungkinan penipuan diri begitu besar sehingga tanpa pendamping yang matang kita dapat dengan mudah jatuh ke dalam perangkap hidup dalam ilusi. Maka pendampingan orang-orang yang telah dewasa rohani akan sangat penting dalam proses ini.
Langkah2 praktis yang harus setiap hati kita lakukan adalah :
- Kita harus senantiasa menyediakan waktu teduh, hanya bersama dengan Tuhan setiap hari. Saat kita menyampaikan secara terus terang apa yang menjadi pertanyaan-pertanyaan dan pergumulan bahkan perasaan-perasaan kita secara terus terang pada Tuhan. Saya teringat sebelum tidur cucu saya srlalu menceritakan setiap kejadian yang dialami dan dirasakannya, meski dalam keterbatasan kamus bahasanya. Itulah yang harus kita lakukan dihadapan Bapa kita setiap hari.
- Kita harus dengan sungguh-sungguh mendengarkan dan mencari kehendak Tuhan atas kehidupan kita. Setiap pergumulan yang sedang kita jalani, hanyalah alat dan cara Allah untuk membangun kemuliaan dan kekekalan dari dalam diri kita.
- Kebutuhan kita untuk berada dalam komunitas rohani dan pembimbing rohani menjadi sangat penting. Itu cara kita tetap berada dalam panggilan sekaligus menajamkan dan mengefektifkannya.
Tuhan Yesus memberkati.
hkw
0 Comments