Hari 9
Rumah Kesukaan Tuhan
Shalom, puji Tuhan yang saya mau bagikan kali ini adalah sebuah teguran dan bagaimana Tuhan membuka mata saya untuk lebih intim lagi dengan Dia. Ada sebuah tokoh di Alkitab yang saya kagumi selain Tuhan Yesus tentunya, ia adalah Daud, dan hari ini kita mau belajar tentang Daud dan yang menarik adalah tentang tabernakelnya.
Setiap kita pasti pernah memiliki sebuah tempat, rumah, atau kampung halaman yang memiliki begitu banyak kenangan dimana kita bertumbuh dewasa. Apakah kenangan tersebut berakar kepada struktur fisik bangunannya atau berhubungan dengan pristiwa – pristiwa yang terjadi disana? Saya rasa alasan paling kuat yang membuat kita mengingat sebuah bangunan tertentu adalah pristiwa – pristiwa yang terjadi disana.
Begitu juga dengan Tuhan. Jika Tuhan kangen pada rumah – rumah penyembahan yang ada di dunia, maka jawabannya adalah tabernakel Daud. Bukan karena keindahan struktur bangunannya, namun karena gairah penyembahannya. Pristiwa – pristiwa dan perjumpaan – perjumpaan Tuhan dengan para penyembah yang bergairah disanalah yang membuat Tuhan menyukai tempat itu.
Kisah para rasul 15:16 => Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan,
Mengapa Allah ingin membangun kembali rumah itu? Mengapa Ia tidak ingin membangun kembali tabernakel Musa dalam semua keasliannya? Atau yang lebih megah dari itu, mengapa Tuhan tidak membangun kembali bait Allah yang didirikan Salomo dalam segala kemegahannya? Mengapa Tuhan berkata bahwa Ia ingin membangun kembali tabernakel Daud? Karena kenangan – kenangannya, saya yakin Tuhan memiliki beberapa kenangan yang mulia dari pristiwa – pristiwa di tabernakel tersebut, yang belum pernah terjadi dimanapun.
Tabernakel Daud tidak terlalu rumit secara struktural, namun lebih banyak pristiwa yang terjadi, gereja jaman sekarang lebih rumit secara struktural tapi kurang pristiwa. Sama seperti perbedaan antara House (yang lebih mengarah kepada bangunannya) dengan home (yang lebih mengarah kepada suasananya).
Dari semua bangunan, gedung, kemah dan bait yang telah dibangun dan didedikasikan ke Tuhan, mengapa Ia mengkhususkn Tabernakel Daud dan berkata “Ini yang akan Kubangun kembali?’
Tabernakel Daud nyaris tidak memenuhi syarat sebagai tabernakel jika dibandingkan dengan Tabernakel Musa, apalagi jika dibandingkan dengan Bait Salomo. Tabernakel Daud hanyalah sebuah terpal yang dibentangkan diatas beberapa tiang kemah untuk melindungi tabut Tuhan dari cuaca alam, namun Tuhan berkata “Yang ini akan Aku bangun kembali”
Ketika Tuhan berkata “Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan,” Itu berarti bukan Tuhan yang meruntuhkannya, Tabernakel itu runtuh dengan sendirinya. Hal itu juga mengindikasikan bahwa dalam beberapa cara tabernakel Daud dibangun dengan bersandar pada kekuatan manusia. Bagaimana kita tahu? Sebab tidak ada sesuatupun yang didukung atau ditopang oleh Tuhan yang kekal bisa jatuh runtuh. Sepertinya Tuhan sedang berkata “Aku tau tabernakel Daud adalah sebuah tabernakel manusia, dan bahwa tangan – tangan manusia akan menjadi lemah dan lelah. Jadi Aku akan memulai sebuah proses yang akan menguatkan manusia dan akan membawa mereka kembali ke rumah yang sama yang dimiliki oleh Daud. Itulah rumah kesukaanKu.”
Untuk beberapa alasan, orang kristen lupa bahwa Tuhan tidak pernah terkesan dengan bangunan – bangunan gedung. Jika diberi pilihan maka Tuhan lebih memilih “passion”, gairah kita saat menyembah ketimbang istana. Jika kita membaca Alkitab, sebenarnya Daud itu ingin mendirikan Bait Allah, namun Tuhan memberitahunya bahwa Ia tidak tertarik. Jika kita melihat lebih dekat bagian-bagian Alkitab yang mengisahkan penahbisan Bait Salomo, kita akan membaca Tuhan berkata “Jika kamu berbalik daripada-Ku maka rumah yang telah Kukuduskan ini akan Aku buang dan rumah ini akan menjadi reruntuhan.” Ketika murid2 Yesus berkata tentang keindahan dari Bait Herodes di Yerusalem, Ia menubuatkan “apa yang kamu liat disitu? Akan datang harinya tidak ada satu batupun akan dibiarkan terletak diatas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.”
Tapi Tuhan tidak pernah berkata demikian tentang tabernakel Daud, tapi sebaliknya, Ia berkata “Bolehkah Aku menolongmu menopang tiang – tiang kemahmu sekali lagi? Bolehkah Aku membantumu memulihkan apa yang telah hilang, apa yang telah runtuh karena kelemahan manusia? Aku ingin mempertahankan rumah ini, kenangan- kenangan pertemuan dengan manusia di tempat ini, sangat berarti bagi-Ku.”
Hal yang paling kuat dalam tabernakel Daud dimulai jauh sebelum kemah itu didirikan. Hal itu dimulai dalam hati Daud ketika ia masih menjadi penggembala yang belajar bagaimana menyembah dan bersekutu dengan Tuhan diladang. Hal tersebut berkembang dalam perjalanannya untuk mengembalikan tabut ke Yerusalem. Perjalanan Daud ini begitu penting untuk kita bisa mengembalikan hadirat Tuhan ke gereja pada masa sekarang. Daud tidak pernah tertarik dengan kotak emas dan barang – barang yang didalamnya. Dia tertarik pada Pribadi yang bertahta diatas kerubim itu. Dan kemanapun kemuliaan Tuhan dan hadirat-Nya berada maka akan ada kemenangan, kuasa dan berkat. Keintiman dengan Tuhan akan membawa berkat tetapi mengejar berkat tidak selalu membawa kepada keintiman.
Entah bagaimana, Daud menangkap sesuatu tentang esensi Tuhan, sesuatu yang tidak dimiliki oleh siapapun. Namun saya mengetahui bahwa gairah Daud akan hadirat Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting, dan saya berharap ini terimpartasi pada setiap kita. Saudara tahu bahwa Daud adalah satu satunya pria yang digambarkan seperti ini dalam Alkitab “Aku telah menemukan Daud anak Isai, seorang yang berkenan dihatiKu dan yang melakukan segala kehendakKu” A man after my own heart, menunjukkan bahwa hatinya daud itu serupa, seirama dengan hati Tuhan. Saya juga percaya Daud adalah seorang pria yang secara terus menerus mencari hati Tuhan. Ia adalah seorang pemburu Tuhan, seorang pengejar hadirat Tuhan yang nyata. Kesungguhannya untuk membawa tabut kembali ke Yerusalem adalah bukti nyata dari gairahnya akan hadirat Tuhan. Ketika orang berkata “Tabut Tuhan ada di rumah obed edom dan dia diberkati” maka Daud langsung menyuruh membawa tabut kembali ke Yerusalem, bukan karena berkat yang diterima Obed Edom tetapi ada ketakutan di hati Daud, ia takut Tuhan berpaling darinya.
Ada kesamaan antara tabernakel Musa dan bait Salomo, ciri yang utama adalah ketiga area ini “halaman, tempat kudus dan tempat maha kudus. Sebuah selubung yang sangat besar terbentang melintasi di tabernakel untuk memisahkan tempat kudus dan tempat maha kudus dimana tabut perjanjian diletakkan. Tabut itu berbentuk kotak kayu berlapis emas yang mula2 dibuat oleh Musa atas perintah Tuhan. Diatas tutupnya ada 2 figur kerubim yang terbuat dari emas dan saling berhadapan, ruang diantara mereka disebut “tutup pendamaian”dan disinilah api Tuhan atau tiang api dari hadirat Tuhan itu terlihat atau disebut shekinah. Tabut perjanjian Tuhan dan hadirat-Nya ini harus disembunyikan dibalik tirai selubung yang tebal.
Tuhan tidak pernah menyukai selubung itu, tapi Ia harus mengenakannya, tapi Ia tidak menyukainya. Selama ratusan tahun tabir itu memisahkan Tuhan dan umat-Nya, sampai ketika Yesus mati di kalvari, Tuhan merobek selubung itu mulai dari atas sampai kebawah. Ia merobeknya sedemikian rupa sampai tidak mungkin dijahit kembali. Ia membenci tirai itu seperti narapidana yang membenci sel penjaranya. Tuhan harus bersembunyi dibalik tirai untuk melindungi manusia yang telah jatuh kedalam dosa yang datang menyembah-Nya dalam kekudusan-Nya.
Mungkin hal yang hilang adalah kunci kemurahan ini :bahwa Tabernakel Daud adalah satu satunya dari tabernakel – tabernakel ini yang tidak memiliki tirai selubung. Dan ini adalah kunci yang paling penting sepanjang masa bahwa Tuhan benar benar tidak ingin dipisahkan dari kita. Bahkan Ia akan lakukan segala cara untuk menghancurkan semua hal yang memisahkan dan menyembunyikan dir-iNya dari kita. Tuhan sangat membenci dosa, kenapa? Sebab dosa membuat kita berjarak dengan Tuhan. Tuhan bertindak begitu jauh sampai Ia relakan tubuh Anak-Nya di kalvari. Dan selubung itu dirobek seperti Tuhan berkata “Aku tidak akan pernah menginginkan selubung ini dijahit kembali, Aku lelah dipisahkan dari anak – anak-Ku sendiri. Allah tidak hanya menginginkan jam – jam kunjungan bersama anak – anak-Nya, Ia ingin berada bersama anak –anak-Nya selamanya. Ia telah merubuhkan tembok pemisah.
Sekarang kita mulai mengerti kenapa Tuhan lebih menyukai tabernakel Daud dibanding tabernakel yang lain. Tabernakel Musa dikelilingi oleh kain lenan yang tinggi dan tebal, di tabernakel Daud satu satunya yang mengelilingi hadirat Tuhan adalah para penyembah yang melayani-Nya selama 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, 365 hari dalam setahun selama kira kira 36 tahun.
Tabernakel Daud adalah tabernakel yang unik, di tabernakel yang lain para penyembah, menyembah sesuatu yang berada di balik tirai tanpa melihat atau mengetahui dengan persis apa yang ada disana. Namun dalam tabernakel Daud, kemuliaan Tuhan bisa dilihat semua orang. Dalam proses Daud membawa tabut Tuhan ke Yerusalem, Daud mulai menghargai hal-hal yang dihargai oleh Tuhan. Tidak seperti Mikhal istrinya yang lebih mementingkan gengsi daripada Tuhan dan berujung pada kemandulan. Secara manusia, terkadang perjumpaan yang intim dengan Tuhan itu ‘memalukan’, krn dipenuhi emosi dan kehancuran hati. Dan gereja saat ini banyak yang memalingkan muka mereka dari keintiman dengan Tuhan. Mikhal – mikhal moderen yang juga lebih mementingkan gengsi daripada keintiman dengan Tuhan.
Daud tidak tertarik dengan peti emasnya, atau dengan barang barang yang ada didalamnya. Daud mengejar nyala api diatas tabut itu. Kita bisa bangun gedung yang lebih indah, paduan suara yang lebih besar, alat musik yang lebih merdu, mengkhotbahkan hal yang lebih hebat, kita bisa melakukan segala sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Namun jika kita tidak membawa nyala api itu, maka Tuhan tidak akan merasa senang. Tidak ada nyala menunjukkan tidak ada api, yang pada akhirnya menghasilkan bangunan2 yang tandus dan hati yang kosong. Seseorang harus berkata “Disini dingin mari kita nyalakan kehangatan penyembahan.”
Hal yang lebih luar biasa lagi dari Daud, entah bagaimana dalam proses membawa tabut, Daud mempelajari sesuatu yang menolongnya melangkah melampaui keterbatasan keimaman Harun dan peraturan peraturan keimaman Musa. Entah bagaimana si gembala penyembah ini telah melampaui selubung pemisah yang menakutkan dan membawa kematian, untuk memasuki sebuah dunia keintiman dengan Tuhan yang baru.
Kita ingin menarik perhatian Tuhan, tapi setelah Ia datang mengunjungi kita, atau setelah kita merasakan hadirat-Nya ada ditengah kita, kita berkata “Hai, senang Engkau datang, aku harus pergi” dan kita meninggalkan hadirat-Nya begitu cepat. Terlalu sering kita menginginkan kehadiran Tuhan di tempat penyembahan kita hanya untuk memberikan sensasi pada perasaan kita. Kita berkata “oh, Ia hadir disini.” Pertanyaannya “apakah Ia akan tinggal?’ ini bukan tentang kebutuhan perasaan kita, tetapi ini tentang Dia.
Harus ada lebih dari sekedar perasaan bergetar dan tercekam. Daud tidak puas hanya menikmati kunjungan sementara. Ia menginginkan lebih dari itu, dan itulah sebabnya ia memberi tahu kaum Lewi “Kamu tidak akan pergi kemana mana. Aku ingin kamu dan kelompokmu mengambil tiga jam pertama, kamu berikutnya dan kamu yang ketiga”
Saya berdoa kita jadi umat Tuhan yang menyembah Dia 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, kita gak mau kalah dengan supermarket, gereja tidak boleh kalah dengan supermarket. Tabernakel Daud menjadi Rumah Kesukaan Tuhan bukan karena bangunannya, tetapi karena siapa yang menyembah didalamnya. Tuhan hanya ingin bersama anak – anak-Nya. Daud mungkin berkata “Aku ingin buat Rumah yang lebih baik bagi Tuhan” tetapi Tuhan menjawab “Di kemah pun jadi, Daud, asal hatimu tetap berkobar bagi-Ku!”
Mengapa Tuhan ingin membangun tabernakel Daud? Saya percaya karena tabernakelnya tidak memiliki selubung atau tembok pemisah. Ia merindukan keintiman antara diri-Nya dan umat-Nya. Ia ingin menyatakan kemuliaan-Nya pada dunia yang hilang dan mati. Ia harus membangun kembali karena tangan2 manusia yang lemah telah lelah menyanggah pintu surga agar tetap terbuka dengan penyembahan dan doa syafaat mereka. Yang Tuhan ingini adalah diam ditengah2 umat-Nya tanpa selubung tanpa dinding pemisah seperti ketika pertama kali Ia menciptakan manusia di taman Eden. Kita tidak lagi mau menyembah dengan cara yang sama hari ini.
Amin.
0 Comments