Hari 3
OTORITAS DAN KEKUATAN DARI GAMBAR ALLAH
Kita tuh yang paling sering terungkap ketika dituntut hidup kudus, produktif, kreatif dan menjadi saksi Kristus adalah alasan-alasan saja. Mana sulit, sukar, penuh tantangan atau alasan diri yang lemah dan tidak memiliki kapasitas lebih. Tentulah ketika Allah meminta manusia melakukan suatu tanggungjawab, pastilah Allah memberikan potensi, kapasitas, yaitu kesempurnaan relatif tentang apa yang dapat dicapai manusia spiritual dalam perjuangannya sesuai dengan kemampuannya dan sejauh mana pekerjaan kasih karunia di dalam dirinya. Meski tentunya kesempurnaan penuh hanya milik Tuhan.
Inilah kapasitas yang bisa diraih manusia, dikatakan tentang Ayub sebagai orang benar, “Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” (Ayub 1: 8). Dikatakan pula, “Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah” (Kejadian 6: 9). Allah berfirman kepada bapa kita, Abraham, “Lagi firman Allah kepada Abraham: “Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun” (Kejadian 17:9). Dan Tuhan Yesus berkata dalam Khotbah di Bukit: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:48).
Sebagai manusia, Tuhan Yesus Kristus meneladankan dalam setiap tahap kehidupan-Nya sempurna, selama inkarnasi-Nya di bumi.
Jadi Yesus menunjukkan kepada kita bagaimana berada dalam citra Ilahi di masa kanak-kanak, masa remaja, pemuda dan kedewasaan. Sehingga kepada kita juga dituntut harus mencari kesempurnaan agar menjadi gambar Allah dan memenuhi perintah-Nya dengan ketaatan dan kesetiaan…
Nah, bukankah kita ingat pada Adam dan Hawa yang diciptakan oleh Allah menurut gambarNya, adalah sungguh amat baik (Kejadian 1:30). Allah tidak hanya menciptakan menurut gambarNya, dalam kekudusan, kebenaran dan kesempurnaan, tetapi juga kapasitas dan bekal yang cukup untuk mewujudkan kesegambaran Illahi itu…
1. Manusia diciptakan dengan otoritas dari Allah :
Tuhan berkata: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:28)
Kemudian kita bisa melihat bagaimana otoritas yang sama itu diberikan kepada Nuh, setelah bahtera yang dipakainya berhenti : “Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan“ (Kejadian 9: 2).
Ketika manusia berada dalam rupa Allah, ia adalah raja dan penguasa atas ciptaan karena memiliki otoritas yang diberikan langsung oleh Allah sendiri.
Namun pada saat manusia kehilangan pengertian dan gambar ilahi, ciptaan mulai memberontak terhadapnya … “ular akan meremukkan tumitnya” (Kejadian 3:15) dan “Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi” (Kejadian 4:12).
Kemudian manusia harus berburu binatang dan binatang buas mulai membunuh manusia, yang kehilangan rasa hormat ketika dia kehilangan gambar ilahi …manusia telah kehilangan otoritas yang dimilikinya.
2. Manusia diciptakan dengan kekuatan.
Manusia spiritual adalah orang yang kuat (yang saya maksudkan tentu bukan memiliki kekuatan tubuh samsonik ya…), tetapi yang saya maksud adalah memiliki suatu kepribadian yang kuat : kekuatan roh, pikiran, kemauan dan daya tahan, kekuatan untuk memenangi peperangan melawan segala kejahatan dan perjuangan spiritual. Juga, moral yang kuat: manusia spiritual tidak akan terguncang, takut, ragu atau membiarkan pikiran putus asa dan kegagalan menguasai dirinya.
Manusia yang selalu berada dalam gambar Allah tidak pernah takut. Dalam hal ini, Daud sang Nabi berkata: “Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itupun aku tetap percaya” (Mazmur 27: 3). Karena siapa yang takut adalah mereka yang tidak ada dalam gambar Allah, oleh karena itu pengecut tidak akan masuk kerajaan-Nya : “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Wahyu 21: 8).
Ingatkan… setelah Adam jatuh dan kehilangan kesegambaran dengan Allah ? Ia merasa takut (Kejadian 3:10). Dan Kain, setelah ia berdosa, dikalahkan oleh perasaan ngeri, “Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku” (Kejadian 4:14, karena keduanya kehilangan gambar ilahi.
Pengalaman saya pribadi adalah apa yang disampaikan oleh teman dan kolega saya sepanjang perjalanan karier dan usaha saya. “yang paling saya heran dalam dirimu adalah, kamu tidak pernah takut”. Dalam pikiran saya sih hanya dipenuhi oleh keyakinan bahwa saya adalah anak Allah ! Dan Allahku berkuasa dan memberikannya pada saya ! Sehingga bila mereka menggunakan otoritas yang mereka miliki bahkan kejahatan untuk melawan saya, maka Allah yang adalah Bapa saya itu, pasti akan menolong. Jadi tidak pernah ada alasan untuk takut, maksud saya tidak akan mengambil keputusan-keputusan yang karena merasa takut. Kalau takut dengan keringat dingin, gemetar ya masih lah, tetapi ketakutan apapun yang pernah saya alami tidak menentukan arah keputusan dan kehidupan saya.
Lihatlah teladan dari para martir yang tidak takut dengan semua ancaman dan siksaan para penguasa. Daniel tidak takut akan sarang singa dan ketiga pemuda itu tidak takut dengan tungku api yang menyala-nyala. Karena mereka tahu Allah mereka sanggup untuk menolong mereka, “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja ; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (Daniel 3 : 16-18).
Kalau demikian ada beberapa hal yang menyebabkan ketidakmampuan yang disebabkan oleh ketakutan baik dalam diri atau karena besarnya masalah/tantangan kehidupan (manusia kehilangan gambar illahi dalam dirinya) serta bagaimana mengatasinya. Dan ini yang harus benar-benar kita perhatikan…
Pertama, ketika manusia mulai hidup (hanya) berdasarkan pada apa yang dimilikinya saja, kepintaran, pengetahuan, pengalamannya dan dilihat, dirasakan yang memang serba terbatas. Karena kehidupan memiliki begitu banyak faktor tidak terduga yang bisa menimbulkan ketakutan (tidak ada solusi dan tekanan yang kuat). Dimana manusia kehilangan pengetahuan (kesadaran diri) sebagai gambar Allah.
Kedua, manusia telah kehilangan persekutuan pribadi (kemelekatan) dengan Kristus, sehingga tidak ada aliran kuasa dari dalam dirinya (Roh Kudus) yang memberikan kekuatan tidak terbatas yang akan menenangkan dirinya dari dalam. Sehingga ia akan mampu untuk berpikir “out of the box” bahkan tetap bisa mengambil keputusan dengan penuh ketenangan dan pertimbangan yang kuat, bukan dalam tekanan ketakutan. Ia akan mampu melihat yang tidak terlihat secara jasmani.
Ketiga, Tuhan menghendaki sejak semula bahwa manusia harus bertumbuh, sehingga pastilah ia akan melewati hal-hal baru, tantangan-tantangan baru yang belum pernah dihadapinya. Sehingga harus diterima dan disadari pasti akan ada masa dimana kita akan berada disuatu tempat yang belum kita ketahui dan alami sebelumnya, ini merupakan keniscayaan. Tetapi dengan taat dan setia dalam persekutuan dengan Roh Kudus, maka akan ada kekuatan, petunjuk atau bahkan intervensi illahi ketika kita harus menjalaninya.
Keempat, dari pengalaman saya yang sangat terbatas bahwa Tuhan tidak pernah menampakkan diri dan kuasa-Nya dalam keadaan aman-aman saja. Ketika semua menjadi teratur dan aman, akan sangat sulit melihat kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Namun justru saat putus asa, tidak ada harapan, maka disanalah kehadiran kuasa bahkan Tuhan sendiri menjadi sangat kuat dan menenangkan. Inilah yang membuat hidup saya terus saya arahkan untuk naik, tidak turun, menjadi kepala bukan ekor…dengan membawa diri pada tantangan, pelayanan dan beban yang baru.
Tetap kuat dan semangat ya…meskipun dalam keadaan apapun, karena Allah kita selalu bersama-sama dengan kita setiap waktu. Keep strong and have a happy life in any circumstances….God always with the brave !
Tuhan Yesus memberkati.
Amin
(HKW)
0 Comments