Hari 25
I. Kemarahan.
1. Bertobat : karakter yang dihasilkan adalah KERENDAHAN HATI.
Matius 3:2 (TB) “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”
Kemarahan secara mendasar didorong oleh sikap hati yang angkuh, merasa lebih, tidak bisa menerima hal yang dibawah standar dirinya. Orang yang marah adalah orang yang menempatkan diri diatas situasi, atau pribadi yang dimarahinya, meski selalu ada alasan yang secara logika (headbrain) yang dipakai menjadi dasarnya. Amsal 13:10, menegur keras keangkuhan yang hanya menimbulkan pertengkaran, tetapi yang memperoleh hikmat hanyalah yang mendengarkan nasehat ( yang dimiliki orang tidak angkuh/sedang marah). Sehingga kemarahan merupakan bukti bahwa diri kitalah yang berhak membuat standar, apa yang benar atau salah diukur dari kepentingan diri. Sikap menempatkan diri menjadi pusat kehidupan. Ini kecongkakan yang ditentang Allah, Yak 4:6b.
Tentu ada argumen, bagaimana bila marah terhadap kejahatan ? Marah terhadap dosa ? Saudaraku tentu kemarahan ini baik, karena standarnya adalah Firman yang dilanggar, tetapi berbeda dengan kemarahan Kristus saat Firman dilanggar orang Israel, karena oleh kemarahan-Nya, Kristus rela mati bagi mereka diatas salib. Sedang kemarahan kita tidak berujung kasih dan kerelaan berkorban bagi mereka yang kita marahi bukan ? Yang keluar kemudian merasa lebih tinggi, dan menghakimi saja. Dan Kristus datang bukan untuk marah, menghakimi tetapi mengasihi manusia bukan ? Tidak pernah kejadian lain dicatat selain kemarahan Kristus di Bait Allah. Karenanya kemarahan (manusia) tidak menghasilkan kebenaran , Yak 1:20.
Kemarahan berasal dari hak dan ekspektasi yang tidak terpenuhi.
Kita marah karena ada orang lain (atau diri sendiri) melanggar standar pribadi kita. Ada hak pribadi yang terusik, tetapi apakah hak itu benar2 hak kita ? Bukankah kita telah ditebus LUNAS oleh Kristus ? Sehingga seharusnya semua hak diri kita telah menjadi hak Kristus ? Kita seharusnya percaya bahwa Kristus-lah yang akan bertindak saat hak2-Nya dilanggar. Sikap hati dalam otoritas Kristus akan terasa aneh, saat manusia terus memusatkan hidupnya pada kepentingan dan standar diri di akhir zaman ini. Daud meneladankan, kepada Allah ia menaruh segala harapannya, Maz 62:5. Lihat diatas derita salib Kristus tidak sedikitpun bereaksi atas kepentingan diri yang disiksa dan ditindas dalam ketidak adilan, tetapi Yesus berserah pada standar Bapa-Nya.
Kemarahan adalah luapan hati yang menjadikan diri sebagai pusat kehidupan, reaksi yang muncul saat orang2 atau situasi2 menghalangi jalan kita untuk mencapai tujuan dan ambisi diri.
Pertobatan adalah jalan memulihkan hubungan.
Pertobatan atas kemarahan, adalah bukan hanya menyesal atas akibat kemarahan, tetapi atas sikap hati yang melawan Allah. Menyisihkan Kristus dan Roh Kudus diganti standar dan ambisi diri, yang merusak hubungan dengan Allah. Maz 51:4a, penyesalan Daud menggambarkan pertobatan yang benar. Berbalik dari pusat hidup diri sendiri, dan kembali kepada pusat hidup Firman, Roh Kudus dan rancangan Allah adalah pertobatan sejati.
Berikut penerapan pribadi bagi kita :
apakah orang2 yang hidup bersama saya merasakan kemarahan saya ?
apakah saya benar2 memahami dan menyesali rusaknya hubungan saya dengan Allah ?
apakah saya menyadari saat saya melakukan kesalahan pada orang lain, saya juga telah berdosa pada Allah ?
apakah saya hidup didasarkan pada kepentingan dan standar diri saya sendiri ?
apakah saya menerima Kristus bukan saja sebagai Juru Selamat tetapi juga Tuhan, penguasa dan pemegang otoritas yang berdaulat atas hidup saya ? Dengan menyerahkan hak dan ekspektasi saya pada Kristus ?
Saudaraku marilah kita belajar menghadapi situasi apapun selalu dimulai dengan kesadaran siapa diri kita, darimana kita dipungut Allah, yaitu sebagai manusia berdosa. Menempatkan diri seharusnya dibawah otoritas Allah, merespon apapun yang menjaga hubungan kita dengan-Nya, serta percaya bahwa Allah Sang pemegang otoritas hidup saya akan melakukan segala hal yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan dan rancangan-Nya.
Secara khusus saya diingatkan Tuhan pagi ini dengan Firman Kristus sendiri secara langsung di Matius 10:32-33 (TB), Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.”
Dua kata paling tegas dipakai yaitu mengakui ‘homologeo’ Kristus : berarti mengakui Dia sebagai Tuhan atas kehidupan kita, dan dengan terus terang mengakui Dia sebagai LORD (tuan) atas hidup kita dihadapan orang lain yang menentang Dia, cara dan prinsip-Nya.
Kata kedua adalah menyangkal ‘arneomai’, yang berarti menolak, tidak mengakuinya, sama seperti yang dilakukan Petrus didepan hamba Pilatus. Hal itu yang akan dilakukan Yesus juga dihadapan Bapa-Nya bagi yang tidak ‘homologeo’ Kristus dalam kehidupannya.
Betapa mengerikan akhir kehidupan manusia yang tidak bersikap benar dengan otoritas Kristus ini. Dan bertobat adalah satu2nya jalan agar kita tidak mengalami penyangkalan Kristus dihadapan Allah.
Saudaraku terkasih, marilah kita periksa kehidupan kita secara mendalam, apakah benar kita hidup berpusat Kristus ? Menempatkan Firman, Roh Kudus dan rancangan Allah sebagai satu2nya tujuan hidup kita ? Ataukah kita sudah menyangkali-Nya dengan hidup berdasarkan kepentingan diri, pengalaman diri, kepintaran diri dan kesombongan diri. Marilah kita datang dengan penuh penyesalan seperti Petrus dengan memukul2 diri, bertobat, bahkan bersedia menjadi martir saat ‘homologeo’ Kristus dihadapan musuh2 Kristus.
Maaf saudaraku tidak ada pilihan buat kita, menyangkal Kristus yaitu hidup berpusat pada manusia (diri) atau hidup dalam otoritas Kristus.
Tuhan Yesus memberkati.
hkw
0 Comments