24 butir-butir kepemimpinan Transenden.
By heru k wibawa
Tidak mudah memahami pola kepemimpinan Presiden Jokowi, karena memang sangat berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya. Dalam waktu yang relative singkat sudah mampu melampaui prestasi yang dilakukan oleh beberapa Presiden sebelumnya.
Bagi saya yang paling menarik adalah tantangan bangsa ini untuk sanggup menenukan butir-butir kepemimpinan yang telah nyata bermanfaat bagi bangsa ini menjadi sebuah ciri kepemimpinan yang harus kita kembangkan. Sehingga akan muncul Jokowi-Jokowi dalam setiap lini kepemimpinan di Indonesia.
Saya menggolongkan kepemimpinan model Jokowi adalah kepemimpinan kaum Transcenders, yaitu mereka yang telah mengalami pengalaman puncak tertinggi dimana mereka menghidupi kehidupan yang jauh lebi besar dari kapasitas dirinya sendiri, karena ia telah mengalami sebuah perjumpaan dengan panggilan kemanusiaannya, menyatu dengan kekuatan alam dan Tuhan mewujudkan kesejahteraan di bumi.
Meskipun dalam pengamatan saya pembedaan mereka yang masih dalam tataran aktualisadi diri perlu dipahami dan didudukkan sesuai dengan porsinya, dibandingkan dengan mereka yang telah mengalami transendensi. Perbedaan antara dua jenis (atau derajat) orang yang mengaktualisasikan diri, mereka jelas sangat hebat, tetapi dengan sedikit atau tanpa pengalaman memasuki level transendensi diri. Dan mereka yang mengalami transendeni diri. Saya menemukan ternyata tidak hanya orang yang telah mencapai aktualisasi diri yang bisa mengalami transenden, tetapi juga orang yang bahkan dalam keadaan kurang, yang belum masuk level aktualisasi diri telah memiliki pengalaman transenden yang penting.
[Transcenders] dapat dikatakan lebih sering sadar akan dunia “hakekat manusia” (alam-B (being) dan kognitif-B (being)), hidup di tingkat “hakekat manusia” … untuk memiliki kesadaran yang menyatu dan “pengalaman puncak tertinggi” [lebih tenang dan kontemplatif B-kognisi daripada yang emosional]). Dan kemudian akan memiliki atau memiliki pengalaman puncak (mistik, sakral, gembira) dengan iluminasi atau wawasan atau kognisi yang mengubah pandangan mereka tentang dunia dan tentang diri mereka sendiri. Hal ini bisa terjadi secara sporadis atau terus-menerus menjadi suatu hal yang biasa.
Berikut 24 ciri kaum Transcenders :
1. Bagi para transenders, pengalaman puncak dan pengalaman puncak tertinggi menjadi hal terpenting dalam kehidupan mereka. Sebuah pengalaman tertinggi manusia.
2. Walaupun mereka berbicara dengan sederhana terkesan patah-patah, lebih mudah, normal, alami, tetapi tanpa disadari telah berubah menjadi bahasa Being (Bahasa-hakekat manusia), bahasa penyair, mistikus, pelihat, manusia yang telah masuk spiritualitas.
3. Mereka mempersepsikan secara kesatuan dan sakral (yaitu, yang sakral jauh di dalam yang sekuler), atau mereka mampu melihat kehidupan yang mulia bersamaan dengan melihat kebutuhan sehari-hari menjadi satu kesatuan.
4. Mereka berada pada tingkat kesadaran yang tinggi dan termotivasi. Sehingga nilai-nilai kehidupannya berubah menjadi : kesempurnaan, kebenaran, keindahan, kebaikan, persatuan, transendensi, hiburan-hakekat manusia, dll. Ini merupakan motivasi utama bagi mereka.
5. Diantara mereka yang mengalami level transendensi diri, dengan otomatis saling mengenali satu sama lain, dan hampir mencapai keintiman instan dan saling pengertian bahkan pada pertemuan pertama.
6. Mereka lebih responsif terhadap keindahan. Mereka berubah menjadi pribadi yang menarik dan tampil mempesona. Mereka memiliki respons estetika lebih tajam daripada orang lain.
7. Mereka memandang dunia menjadi lebih holistik, sangat berbeda dengan mereka yang berada di level aktualisasi diri. Transenders merupakan pribadi yang telah melihat dunia merupakan bagian yang tidak terpisahkan meski dalam keanekaragaman. Secara kontras mereka yang beraktualisasi diri masih memegang identitas diri, keyakinan dirinya saja.
8. Meski ada kecenderungan alami Transcenders dengan pengaktualisasi-diri untuk bersinergi — intrapsikis, interpersonal, intrakultural, dan internasional, tetapi ini akan berujung pada zero-sum dari permainan menang-kalah.
9. Bagi mereka proses transendensi ego, Diri, identitas akan lebih mudah dilakukan.
10. Apabila orang yang mengaktualisasikan diri adalah orang-orang yang menakjubkan bagi luingkungannya. Maka mereka yang mengalami transendensi diri adalah orang-orang yang lebih dari mengagumkan bahkan dilihat sebagai “dewa’ atau “orang suci”.
11. Para transenden jauh lebih cenderung menjadi inovator, penemu yang baru, daripada pengaktualisasi diri yang sehat. Pengalaman dan iluminasi transenden membawa visi yang lebih jelas tentang Nilai-B (being), nilai ideal, apa yang seharusnya, apa yang sebenarnya bisa, dan karena itu apa yang mungkin terjadi.
12. Saya menemukan bahwa mereka yang mengalami transenden lebih “bahagia” daripada yang telah tercukupi kebutuhan bahkan mencapai aktualisasi diri. Mereka bisa lebih gembira, lebih bergairah, dan mengalami “kebahagiaan” yang lebih tinggi (sempurna) daripada yang kebahagiaan dan kesehatan. Tetapi mereka cenderung dan mungkin lebih rentan terhadap semacam kesedihan kosmis atau kesedihan atas kebodohan manusia, kekalahan diri sendiri, kebutaan, kekejaman manusia satu sama lain, kepicikan kemanusiaan. Mungkin ini adalah harga yang harus dibayar oleh orang-orang ini untuk melihat langsung keindahan dunia, kemungkinan suatu kehidupan yang suci didalam kodrat manusia. Mereka harus menanggung kenyataan bahwa begitu banyak kejahatan manusia yang ada dunia yang tidak dibutuhkan pada dunia yang seharusnya (baik). Setiap transcender bisa duduk merenung dalam beberapa menit menulis bagaimana menciptakan sebuah perdamaian, persaudaraan, dan kebahagiaan, sebuah resep yang mutlak dalam batas-batas kepraktisan, benar-benar dapat dicapai. Namun dia melihat semua ini tidak dapat diwujudkan dalam realita dunia yang dihidupinya. Tidak heran mereka menjadi sedih atau marah atau tidak sabar, walaupun pada saat yang sama mereka juga “optimis” dalam jangka panjang. Mereka sanagat mudah tersentuhakan realita kepedihan kehidupan.
13. Konflik yang mendalam tentang “elitisme” yang melekat dalam doktrin aktualisasi diri (mereka adalah orang-orang yang superior dalam setiap komunitas yang ada), akan selalu muncul dalam masyarakat. Masalah ini akan lebih mudah dikelola dan dipecahkan mereka yang telah berada dalam level transendensi diri, karena mereka sudah berada diluar area persoalan. Masalah ini akan sangat sulit dipecahkan diantara mereka yang masih dalam level aktualisasi diri. Ini dimungkinkan karena transcenders berada pada posisi tidak memihak bahkan menyatukan tanpa mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Hal ini karena bagi mereka yang telah mengalami transendensi diri, semua makhluk hidup adalah mulia sehingga baginya adalah kewajiban untuk membawa kepada kemuliaan bersama. Dan cara serta tujuan itu sangat mudah diterima oleh semua pihak, sehingga lebih mudah tercapai keselarasan dan kebahagiaan bersama.
14. Bagi para transcenders, menunjukkan korelasi positif yang lebih kuat antara meningkatnya pengetahuan dan meningkatnya kesadaran rahasia alam dan kekaguman akan kemaha tidak terbatasan alam dan Tuhan, serta keterbatasan diri. Bagi yang telah masuk dalam pengalaman puncak tertinggi dan trancenders khususnya, juga bagi pengaktualisasi-diri secara umum, misteri alam dan kehidupan lebih menarik dan menantang daripada menakutkan. Saya menemukan bahwa pada tingkat tertinggi perkembangan umat manusia, pengetahuan secara positif, bukan negatif, berkorelasi dengan rasa kekaguman akan misteri alam, kekaguman akan Tuhan, kerendahan hati, ketidaktahuan, penghormatan, dan rasa penyerahan diri yang tulus kepada Yang Ilahi.
15. Transcenders, seharusnya tidak terlalu takut pada keanehan ataupun kejangggalan dibandingkan dengan para aktualisadi diri yang berada disekitar dirinya. Transcenders lebih baik menjadi penyeleksi yang baik dari pemikiran dan kreatifitas mereka yang sedang beraktualisasi diri. Karena hanya transcenders yang telah memiliki pengalaman yang lebih besar sehingga bisa memberikan penilaian yang lebih tepat. Seorang transcender juga harus lebih bisa menyaring ide-ide yang tidak dalam dan kurang kreatif, yang saya kira mencakup sebagian besar dari mereka.
16. Transcenders bisa lebih “diperdamaikan dengan kejahatan” dalam pengertian memahami keniscayaan dan kebutuhannya yang sesekali dalam arti holistik yang lebih besar. Kejahatan adalah keniscayaan di dunia ini, sehingga keberadaannya harus kita terima namun kita kendalikan dengan kuat agar tujuan bersama bisa tercapai. Sehingga mengelolanya dilakukan dengan inspirasi dan intuisi Illahi yang diterimanya.
17. Sering Transcenders cenderung menganggap diri mereka sebagai pembawa perubahan, sekedar instrumen transpersonal, penjaga sementara. Mereka memunculkan tentang realita baru adanya kecerdasan atau metode yang lebih besar atau lebih tepat dalam suatu kepemimpinan yang jauh lebih efektif dan efisien. Ini berarti transcenders menempatkan dirinya hanya sebagai semacam “bagian” saja. Sikap melepaskan kepentingan diri sendiri yang bagi orang yang bukan transenders mungkin terdengar seperti kesombongan, kemunafikan atau bahkan paranoia, tetapi inilah peristiwa transendensi yang membawa serta hilangnya ego “transpersonal”.
18. Transcenders pada prinsipnya lebih cenderung menjadi sangat “religius” atau “spiritual” baik dalam arti ketuhanannya atau kesatuan dengan kekuatan alamnya. Pengalaman puncak dan pengalaman transenden juga dapat dilihat sebagai pengalaman “religius atau spiritual”.
19. Para Transcenders akan lebih mudah untuk melampaui ego, diri, identitas, yang jauh melampaui mereka yang sedang beraktualisasi diri. Mungkin kita dapat mengatakan bahwa deskripsi yang menggambarkan mereka terutama sebagai ciri identitas yang kuat, transcenders adalah orang-orang yang tahu siapa mereka, ke mana mereka pergi, apa yang mereka inginkan, apa yang baik untuk mereka. Dengan kata lain, sebagai Pribadi yang kuat. Dan ini tentu saja tidak cukup menggambarkan transenders, karena mereka lebih dari ini semua.
20. Karena para transenders, memiliki persepsi yang lebih mudah tentang alam-B (being), akan memiliki lebih banyak pengalaman akhir (dari kesatuan diri dengan Sang Illahi) daripada yang dilakukan mereka dalam posisi aktualisasi diri. Ini seperti ketika masa kanak-kanak yang masih dalam pikiran hypnosis, yang hidupnya dipenuhi oleh warna-warna dalam genangan air, atau oleh tetesan air hujan yang menetes ke jendela, atau oleh kehalusan kulit, atau pergerakan ulat.
21. Transender lebih berTuhan daripada sekedar beragama, juga lebih sehat dalam sikap pragmatis. Kognisi dari dalam dirinya membuat segalanya tampak lebih ajaib, lebih sempurna, sebagaimana seharusnya. Karena itu bagi dia tidaklah penting merespon hal-hal yang menurut pandangan umum sudah sangat mengganggu, karena ia melihat dengan cara berbeda. Ia memandang saat perubahan yang belum waktunya terjadi, dan menghindarkan benturan yang tidak produktif.
22”Postambivalen [ce].” Total cinta, penerimaan, dengan sepenuh hati dan tidak berbelit-belit. Ini adalah sebuah kecintaan yang tulus tidak bercampur dengan kebencian yang ditutup-tutupi, cinta yang mengalir dengan tulus meski didalam pusaran kekuasaan.
23. Transcenders lebih tertarik pada “sebab di luar diri mereka sendiri,” dan lebih mampu “memadukan kerja dan bermain,” “mereka mencintai pekerjaan mereka,” dan lebih tertarik pada “jenis penghargaan selain materi atau uang”; “Bentuk gaji yang lebih tinggi dan kepuasan-spiritual semakin penting.” Para transenden sepanjang sejarah tampaknya secara spontan lebih memilih kesederhanaan dan menghindari kemewahan, hak istimewa, kehormatan, dan harta.
24. Transender lebih cenderung menjadi ectomorph Sheldonian [ramping, jaringan saraf mendominasi tipe tubuh] sedangkan pengaktualisasi-diri aktualisasi saya yang lebih jarang muncul tampaknya lebih sering menjadi mesomorfik [tipe tubuh berotot]. Penampakan tubuh transcender biasanyanya kurus sedangkan aktualis diri berotot ataupun gemuk.
#herukwibawa
#transformasidiri
#gpasuperlearning
Semoga tulisan ini menolong kita memahami lebih dalam urgensi REVOLUSI MENTAL bagi bangsa ini.
Memang benar bahwa [kita hidup] hanya dari roti saja — ketika tidak ada roti. Tetapi apa yang terjadi pada keinginan [kita] ketika ada banyak roti dan ketika [perut kita] dipenuhi secara sesak ?
~ Abraham Maslow
Hierarki Kebutuhan Maslow – GPA Super Learning
By heru k wibawa
Abraham Maslow (1908 – 1970) adalah seorang psikolog Amerika yang terkenal karena menciptakan teori kesehatan psikologis yang dikenal sebagai hierarki kebutuhan Maslow. Buku teks biasanya menggambarkan hierarki Maslow dalam bentuk piramida dengan kebutuhan paling dasar kita di bagian bawah, dan kebutuhan aktualisasi diri di bagian paling atas. Perhatikan bagaimana piramida ikonik tidak menunjukkan kebutuhan transendensi-diri. (Gambar terlampir).
Ide dasar di sini adalah bahwa kelangsungan hidup menuntut makanan, air, keselamatan, tempat tinggal, dll. Kemudian, untuk terus berkembang, Anda membutuhkan kepenuhan kebutuhan psikologis akan cinta yang dipenuhi oleh teman dan keluarga, serta rasa harga diri hadir dengan beberapa kompetensi dan kesuksesan. Jika kebutuhan Anda telah terpenuhi, maka Anda dapat menjelajahi tingkat kognitif gagasan, tingkat keindahan estetika dan, akhirnya, Anda dapat mengalami aktualisasi diri yang menyertai mencapai potensi penuh Anda. Ini adalah piramida Maslow yang kebanyakan dikenal dalam ilmu manajemen sampai sekarang ini.
Perhatikan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi tidak muncul sampai kebutuhan yang lebih rendah dipenuhi; jadi jika Anda lapar dan kedinginan, Anda tidak bisa terlalu khawatir tentang harga diri, seni, atau matematika. Perhatikan juga bahwa tingkat yang berbeda dilalui manusia sesuai dengan berbagai tahapan kehidupan secara umum. Kebutuhan dasar piramida dominan pada masa bayi dan anak usia dini; kebutuhan untuk memiliki dan harga diri mendominasi di masa kanak-kanak dan dewasa awal; dan keinginan untuk aktualisasi diri muncul dengan kedewasaan yang matang.
Kebutuhan Transendensi-diri
Tahukah saudara bahwa terjadi sebuah perubahan yang sangat mendasar dilakukan Maslow ? Yang kurang diketahui umum, Maslow telah mengubah modelnya mendekati akhir hidupnya, dan oleh karena itu penggambaran konvensional hierarki-nya tidak akurat, karena menghilangkan deskripsi dari pemikiran yang sangat mendasar di puncak piramida yang baru ini. Dalam pemikirannya kemudian, ia berpendapat bahwa kita dapat mengalami tingkat perkembangan tertinggi kemanusiaan, yitu apa yang disebutnya sebagai transendensi-diri, dengan berfokus pada beberapa tujuan yang lebih tinggi di luar diri kita dan bergantung pada kekuatan yang menolong diri. Sikap dimana kita menghidupi sebuah panggilan kemanusiaan yang dirancangkan Tuhan saat kita diciptakan. Dan menggenapinya itu berarti kita hidup dengan lebih mementingkan kepentingan orang lain dan kepentingan bersama dari pada kepentingan diri sendiri, juga sikap hidup spiritual yang pembebasan dari egosentrisitas.
Maslow mendeskripsikan dengan mengatakan:
Transendensi mengacu pada tingkat kesadaran manusia yang paling tinggi dan paling inklusif atau holistik, berperilaku dengan menghubungkan diri sebagai tujuan lebih sekedar dari sarana, bagi diri sendiri, orang lain secara signifikan, serta manusia pada umumnya, juga spesies lain, sampai ke alam, dan ke kosmos . (The Farther Reach of Human Nature, New York, 1971, hlm. 269).
Perhatikan bahwa menempatkan transendensi-diri di atas aktualisasi-diri menghasilkan model yang sangat berbeda. Jelas secara mendasar aktualisasi diri mengacu pada pemenuhan potensi Anda sendiri dan berpusat pada diri sendiri, sedangkan transendensi-diri mengesampingkan kebutuhan Anda sendiri untuk melayani sesuatu yang lebih besar dari diri Anda, sehingga berpusat pada panggilan kemanusiaan dari Tuhan. Dalam prosesnya, self-trancenders mungkin memiliki apa yang disebut Maslow sebagai pengalaman puncak, di mana mereka mengatasi masalah pribadi. Dalam keadaan mistis, estetis, atau emosional, seseorang merasakan kegembiraan yang intens, kedamaian, kesejahteraan, dan kesadaran akan kebenaran hakiki dan kesatuan semua hal.
Pada masa Maslow, sebelum ditemukan GPA Super Learning, Maslow sudah menduga dan mempercayai bahwa keadaan seperti itu tidak selalu bersifat sementara — beberapa orang mungkin dapat dengan mudah mengaksesnya. Ini membawanya untuk mendefinisikan istilah lain, “pengalaman puncak tertinggi” atau plateau experience Ini adalah keadaan yang lebih tahan lama, tenang, dan kognitif, sebagai lawan dari pengalaman puncak yang cenderung sebagian besar emosional dan sementara. Terlebih lagi, dalam pengalaman di puncak tertinggi, seseorang tidak hanya merasakan ekstasi, tetapi rasa empati yang kuat pada sesama timbul karena menyadari bahwa orang lain tidak dapat mengalami pertemuan yang serupa. Sementara Maslow percaya bahwa orang dewasa yang teraktualisasi-diri adalah mereka yang paling berpeluang memiliki pengalaman-pengalaman transenden-diri ini, ia juga merasa bahwa seharusnya semua orang mampu memilikinya.
Dan ternyata Maslow benar, karena melalui GPA Super Learning semua bisa mengakses pengalaman puncak tertinggi itu saat ini.Inilah yang ditemukan melalui proses GPA Super Learning, dimana dalam keadaan kesatuan otak yang disertai dengan intensitas tinggi berkomunikasi dengan alam bawah sadar serta dalam tuntunan prinsip-prinsip kebijaksanaan alam serta naungan Roh Illahi. Melalui GPA Super Learning peristiwa pengalaman puncak tertinggi Maslow bisa dilakukan setiap saat dan tempat serta oleh siapa saja.
Pemikiran Maslow telah memadukan berbagai ilmu pengetahuan secara holistic. Pengetahuan psykologi yang disatukan dengan spiritualitas bahkan ilmu mikro seluler, ilmu fisika kuantum serta ilmu terapan seperti graphonomi maupun polygraph. Penerapannya menjadi semakin luas, baik untuk pengembangan diri, kesehatan, membangun struktur social kemasyarakatan bahkan membangun peradaban baru dalam suatu bangsa bahkan dunia. Karena Maslow membukakan sebuah identitas pribadi dari manusia yang sama sekali baru. Bahwa kita adalah bagian dari semua dan semua adalah tanggungjawab kita. Ini mengambil bentuk minat pada orang-orang yang telah memperluas rasa identitas normal mereka untuk memasukkan transpersonal, atau kesatuan yang mendasari semua realitas.
Sangat menarik realita yang kita temukan pada saat memasuki wholeness hemisphere atau pengalaman puncak tertinggi, melalui GPA Super learning, jiwa manusia menjadi lembut yang sering saya katakana sebagai tanah gembur dan subur yang siap menerima benih keyakinan yang baru. Bukankah ini merupakan sebuah karunia yang luar biasa bagi bangsa dan generasi kita, sehingga kita akan masuk dalam peradaban baru yang akan mengganti keyakinan salah dan tidak mendukung tujuan bangsa menjadi keyakinan bersama yang menguatkan persatuan, kedamaian serta kemajuan bangsa.
Izinkan saya menyimpulkan dengan melihat dua pernyataan singkat dan fasih tentang perbedaan antara aktualisasi-diri dan transendensi-diri. Yang pertama, pada tingkat aktualisasi diri, individu bekerja untuk mengaktualisasikan potensi individu [sedangkan] pada tingkat transendensi, kebutuhan individu dikesampingkan, sebagian besar, demi pelayanan kepada orang lain …sehingga kesimpulan Maslow bahwa transendensi-diri adalah level tertinggi dari perkembangan psikologis manusia.
Seperti yang dikatakan oleh pemikiran Victor Frankl, Pencarian Manusia untuk Makna, salah satu buku paling mendalam yang pernah ditulis Frankl menyatakan:
… makna hidup yang sebenarnya dapat ditemukan di dunia daripada di dalam jiwa [kita sendiri] … tujuan sebenarnya dari keberadaan manusia tidak dapat ditemukan dalam apa yang disebut aktualisasi diri. Keberadaan manusia pada dasarnya adalah transendensi-diri daripada aktualisasi-diri. Aktualisasi diri bukanlah tujuan yang mungkin sama sekali; karena alasan sederhana bahwa semakin banyak orang berusaha untuk itu, semakin dia akan kehilangan itu. Karena hanya sejauh mana manusia berkomitmen untuk memenuhi makna hidupnya, sejauh ini ia juga mengaktualisasikan dirinya. Dengan kata lain, aktualisasi diri tidak dapat dicapai jika itu dibuat sebagai tujuan akhirnya, tetapi hanya sebagai efek samping dari transendensi-diri.
Nampaknya pemikiran Maslow di 2 tahun terakhir hidupnya telah ditemukan melalui sebuah proses sistematis, sederhana tetapi sangat efektif dalam menghantarkan manusia pada pengalaman tarnsendensi diri melaui GPA Super Learning. Manusia mengalami pengalaman secara mendalam dengan dirinya melalui kesatuan otak kira dan kanan, melalui komunikasi yang efektif antara alam sadar dan bawah sadar, dalam bimbingan Sang Illahi. Spiritualitas yang mewujud dalam satu even yang menghasilkan perubahan permanen dan terus meningkat.
Secara pribadi saya sangat menyukai pemikiran Maslow ini, yang merupakan awal pemahaman baru saya yang melahirkan GPA Super Learning. Pemikiran yang tidak berhenti pada aktualisasi diri atau pemenuhan potensi pribadi yang berpusat pada diri sendiri. Tetapi melangkah keluar dari diri untuk memajukan segala hal di luar diri kita, atau untuk mengalami persekutuan di luar diri melalui pengalaman puncak dan / atau pengalaman puncak tertinggi. Ide brilian dari Maslow ini benar-benar secara pribadi menyalakan semangat saya saat harus mencari dan menggeluti berbagai referensi, karena menurut hemat saya inilah puncak peradaban manusia.
Dan satu hal lain yang paling menarik bagi saya adalah bagaimana pemikiran Maslow nanti tentang transendensi-diri dapat dipahami sebagai menggambarkan transhumanisme. Saya ragu bahwa Maslow secara sadar memikirkannya dengan cara ini, tetapi jelas pertanyaannya tentang batas-batas perkembangan manusia — dan kemungkinan bahwa ada beberapa batas — memberi bayangan pemikiran transhumanis. Seperti yang dikatakan Maslow: “Sejarah manusia adalah catatan tentang cara-cara di mana sifat manusia telah terjual. Kemungkinan tertinggi dari sifat manusia secara praktis selalu diremehkan. ”Mungkin kita perlu meditasi, altruisme, persekutuan dengan alam, dan peningkatan manusia yang dibantu teknologi melalui teknologi untuk melampaui diri kita sendiri.
Melalui GPA Super Learning transhumanis telah tercapai, karena manusia telah bisa secara sistematis melepaskan dirinya dari kungkungan keyakinan yang membelenggu potensinya untuk masuk kedalam sebuah perjalanan baru bersekutu dengan Sang Abadi, menerima inspirasi serta intuisi dari DIA, dengan kondisi SUPER LEARNING yang membuat manusia berada pada puncak kreatifitas, puncak ketenangn serta puncak energinya. Manusia terbatas yang bersatu dan menerima kuasa dari Sang Teidak Terbatas, membentuk peradaban super manusia.
Kiranya Tuhan menolong kita untuk mewujudkannya.
Ikuti terus tulisan-tulisan dalam GPA Super Learning, Group FB GPA Super Learning dan Halaman Facebook Sang Visionaris, GPA Super Learning. Bersama kita akan meraih puncak destiny hidup.
0 Comments