ZIARAH BATIN
Siapakah Saya ?
Siapakah saya ? adalah pertanyaan paling mendasar dalam kehidupan. Sang Visionaris memulai perjalanannya dengan mencari dan menemukan serta hidup atas jawaban dari pertanyaan ini. Identitas diri, identitas generasi akan merupakan pergulatan setiap manusia kapanpun dan dimanapun ia berada, demikian halnya di negeri ini. Generasi pra kemerdekaan, kemerdekaan, packa kemerdekaan, generasi orde lama, orde baru dan sekarang generasi reformasi selalu memiliki caranya sendiri menemukan dirinya. Kehidupan ini bagai suatu pertempuran yang tidak akan pernah berakhir, yang selalu menjadi tantangan bagi mereka yang terpanggil secara kritis untuk menemukan jati diri, jati generasi, dan jati bangsanya.
Kegelisahan Ahmad Wahib (1942 – 1973) dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam-Catatan Harian Ahmad Wahib, dalam mencari jati dirinya mewakili apa yang akan mulai kita gumuli. Wahid mampu menyadari bahwa dirinya pertama-tama tidak dijelaskan oleh namanya; tidak pula oleh identitas etnisnya atau kewarganegaraannya; tidak oleh pilihan agamanya; tidak oleh pengetahuannya; tidak oleh keterampilannya; tidak oleh pekerjaannya; tidak oleh pakaiannya; tidak oleh makanannya; tidak oleh kendaraannya; tidak oleh apapun juga kecuali bahwa ia adalah manusia yang berproses menjadi ( to be, atau being) dirinya sendiri, mengaktualisasi segenap potensi dengan mana ia diciptakan, menjadi otentik dalam arti unik dan tak terbandingkan dengan apa pun atau siapa pun yang bukan dirinya. Ia adalah human being (manusia) yang berproses atau belajar untuk being human (memanusiawikan dirinya).
Saya ingin kembali meneriakkan kata-kata kesetiaan, komitmen dan keberanian untuk berkorban sebagai dasar rumah tangga. Karena, saya tidak akan pernah percaya ketika manusia sudah tidak mampu memegang komitmen akan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar di negeri ini. Mereka yang tidak pernah setia pada istri dan keluarganya adalah mereka yang juga tidak akan pernah setia pada tugas dan tanggungjawabnya. Saya takut ketika bangsa ini semakin meninggalkan sikap kesatriaanya, keberanian bertanggungjawab dan berkomitmen adalah tanda-tanda runtuhnya bangsa ini.
Membangun pasangan hidup yang bahagia adalah sebuah komitmen panjang, bukan komitmen cinta monyet, roman picisan ataupun komitmen yang didasarkan pada kesenangan diri sendiri atau nafsu birahi semata. Karenanya sekarang saatnya bagi kita untuk memperbaiki prinsip dasar berumahtangga ditengah bangsa ini.
Komitmen adalah sebuah keputusan yang membawa konsekuensi kedalam dirinya sendiri dan keluar kepada orang lain. Komitmen mencerminkan kedewasaan dan kebesaran jiwa pemiliknya. Ketika saya berbicara tentang sebuah pasangan hidup yang saya maksudkan tentu saja pasangan hidup yang bersatu berdasarkan bukan saja cinta tetapi komitmen untuk mempertahankan hubungannya dan membentuk keluarga yang bahagia sejahtera. Bukan saja untuk berdua tetapi juga untuk anak-anak yang kemudian dipercayakan ada ditengah-tengah keluarga mereka.
0 Comments